BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Umat Islam mengalami kemajuan pada zaman klasik (650-1250). Dalam sejarah, puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun 650-1000 M. Pada masa ini telah hidup ulama besar yang tidak sedikit jumlahnya, baik di bidang tafsir, Hadits, fiqih, Ilmu kalam, filsafat, tasawuf, sejarah maupun bidang pengetahuan lainnya . Berdasarkan bukti historis ini menggambarkan bahwa periwayatan dan perkembangan pengetahuan Hadits berjalan seiiring dengan perkembangan pengetahuan lainnya.
Sebab Hadits Nabi, sebagaimana halnya Al-Qur’an telah memerintahkan orang-orang beriman menuntut pengetahuan. Dengan demikian prespektif keilmuan Hadits, justru menyebabkan kemajuan umat Islam
Meskipun asbab al-Nuzul dan asbab al –Wurud terbatas pada peristiwa dan pertanyaan yang mendahului nuzul (turun) Al-Qur’an dan wurud Hadits, tetapi kenyataannya justru tercipta suasana keilmuan pada Hadits Nabi SAW. Tak heran jika saat ini muncul berbagai Ilmu Hadits serta cabang-cabangnya untuk memahami Hadits Nabi, sehingga As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua dapat dipahami serta diamalkan umat Islam sesuai dengan yang dimaksudkan Rasulullah.
Umat Islam mengalami kemajuan pada zaman klasik (650-1250). Dalam sejarah, puncak kemajuan ini terjadi pada sekitar tahun 650-1000 M. Pada masa ini telah hidup ulama besar yang tidak sedikit jumlahnya, baik di bidang tafsir, Hadits, fiqih, Ilmu kalam, filsafat, tasawuf, sejarah maupun bidang pengetahuan lainnya . Berdasarkan bukti historis ini menggambarkan bahwa periwayatan dan perkembangan pengetahuan Hadits berjalan seiiring dengan perkembangan pengetahuan lainnya.
Sebab Hadits Nabi, sebagaimana halnya Al-Qur’an telah memerintahkan orang-orang beriman menuntut pengetahuan. Dengan demikian prespektif keilmuan Hadits, justru menyebabkan kemajuan umat Islam
Meskipun asbab al-Nuzul dan asbab al –Wurud terbatas pada peristiwa dan pertanyaan yang mendahului nuzul (turun) Al-Qur’an dan wurud Hadits, tetapi kenyataannya justru tercipta suasana keilmuan pada Hadits Nabi SAW. Tak heran jika saat ini muncul berbagai Ilmu Hadits serta cabang-cabangnya untuk memahami Hadits Nabi, sehingga As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua dapat dipahami serta diamalkan umat Islam sesuai dengan yang dimaksudkan Rasulullah.
B. RUMUSAN
MASALAH
Apa saja kajian ilmu-Ilmu yang terkait dengan Hadits dan apa kegunaan masing-masing kajian ilmu-Ilmu tersebut?
Apa saja kajian ilmu-Ilmu yang terkait dengan Hadits dan apa kegunaan masing-masing kajian ilmu-Ilmu tersebut?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui kajian ilmu-Ilmu yang terkait dengan Hadits serta kegunaanya
Untuk mengetahui kajian ilmu-Ilmu yang terkait dengan Hadits serta kegunaanya
BAB II
PEMBAHASAN
Secara garis besar ilmu-Ilmu Hadits
dapat dibagi menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits riwayat (riwayah) dan Ilmu Hadits
diroyat (diroyah) .
A.
Ilmu Hadits
Riwayah
Ilmu hadis riwayah ialah Ilmu yang membahas perkembangan Hadits kepada Sahiburillah, Nabi Muhammad SAW. dari segi kelakuan para perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan sanad. Ilmu hadis riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilanhadis yang dilakukan oleh para ahli hadis, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan membukukan hadis dalam suatu kitab.
Menurut Syaikh Manna’ A-Qhaththan, obyek pembahasan Ilmu riwayatul Hadits: sabda Rasulullah, perbuatan beliau, ketetapan beliau, dan sifat-sifat beliau dari segi periwayatannya secara detail dan mendalam. Faidahnya: menjaga As-Sunnah dan menghindari kesalahan dalam periwayatannya .
Sementara itu, obyek Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.
Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan Hadits, melainkan juga ada berita-berita lain yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.
Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:
Ilmu hadis riwayah ialah Ilmu yang membahas perkembangan Hadits kepada Sahiburillah, Nabi Muhammad SAW. dari segi kelakuan para perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan sanad. Ilmu hadis riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilanhadis yang dilakukan oleh para ahli hadis, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan membukukan hadis dalam suatu kitab.
Menurut Syaikh Manna’ A-Qhaththan, obyek pembahasan Ilmu riwayatul Hadits: sabda Rasulullah, perbuatan beliau, ketetapan beliau, dan sifat-sifat beliau dari segi periwayatannya secara detail dan mendalam. Faidahnya: menjaga As-Sunnah dan menghindari kesalahan dalam periwayatannya .
Sementara itu, obyek Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.
Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan Hadits, melainkan juga ada berita-berita lain yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.
Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:
1.
IImu Rijalil Hadis
llmu Rijalil Hadis ialah:
Artinya:”Ilmu yang membahas tentang para perawi Hadits, baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya .”
Dengan Ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi penerima Hadits dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang menerima Hadits dari sahabat dan seterusnya. Di dalam Ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam menerima hadis.
Sungguh penting sekali Ilmu ini dipelajari dengan seksama, karena hadis itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam Ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat hadis maudu’. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata yang dipakai untuk itu serta martabat perkataan.
Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan berlainan sebutan yang di dalam Ilmu Hadits disebut Mu’talif dan Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak orangnya. Ini dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang menerangkan nama- nama yang serupa tulisan dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.
llmu Rijalil Hadis ialah:
Artinya:”Ilmu yang membahas tentang para perawi Hadits, baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya .”
Dengan Ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi penerima Hadits dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang menerima Hadits dari sahabat dan seterusnya. Di dalam Ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam menerima hadis.
Sungguh penting sekali Ilmu ini dipelajari dengan seksama, karena hadis itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam Ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat hadis maudu’. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata yang dipakai untuk itu serta martabat perkataan.
Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan berlainan sebutan yang di dalam Ilmu Hadits disebut Mu’talif dan Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak orangnya. Ini dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang menerangkan nama- nama yang serupa tulisan dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.
2.
Ilmu Jarh
Wa al Ta’dil
Ilmu Jarh Wa al Ta’dil, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari Ilmu rijalil hadis. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka Ilmu ini dijadikan sebagai Ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:
Artinya: “Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. ”
Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan oleh para ulama Hadits karena dengan Ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.
Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat. Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi Hadits ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).
Di antara tabi’in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena meng-irsal-kan Hadits, adakalanya karena me- rafa-kan Hadits yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).
Ilmu Jarh Wa al Ta’dil, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari Ilmu rijalil hadis. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka Ilmu ini dijadikan sebagai Ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:
Artinya: “Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. ”
Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan oleh para ulama Hadits karena dengan Ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.
Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat. Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi Hadits ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).
Di antara tabi’in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena meng-irsal-kan Hadits, adakalanya karena me- rafa-kan Hadits yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).
3.
IImu Illal Hadis
Ilmu IllaIl Hadis, ialah:
Artinya: Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadis.
Yakni menyambung yang munqati, merafakan yang mauqu memasukkan satu Hadits ke dalam Hadits yang lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan kesahihan hadis.
Ilmu ini merupakan semulia-mulia Ilmu yang berpautan dengan hadis, dan sehalus-halusnya. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit Hadits melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan Hadits.
Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan bahwa cara mengetahui ‘illah Hadits adalah dengan mengumpulkan beberapa jalan Hadits dan mencermati perbedaan perawinya dan kedhabithan mereka, yang dilakukan oleh orang orang yang ahli dalam Ilmu ini. Dengan cara ini akan dapat diketahui apakah Hadits itu mu’tal (ada ‘illatnya) atau tidak. Jika menurut dugaan penelitinya ada ‘illat pada Hadits tersebut maka dihukuminya sebagai Hadits tidak shahih .
Di antara para ulama yang menulis Ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadis. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini adalah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.
Ilmu IllaIl Hadis, ialah:
Artinya: Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadis.
Yakni menyambung yang munqati, merafakan yang mauqu memasukkan satu Hadits ke dalam Hadits yang lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan kesahihan hadis.
Ilmu ini merupakan semulia-mulia Ilmu yang berpautan dengan hadis, dan sehalus-halusnya. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit Hadits melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan Hadits.
Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan bahwa cara mengetahui ‘illah Hadits adalah dengan mengumpulkan beberapa jalan Hadits dan mencermati perbedaan perawinya dan kedhabithan mereka, yang dilakukan oleh orang orang yang ahli dalam Ilmu ini. Dengan cara ini akan dapat diketahui apakah Hadits itu mu’tal (ada ‘illatnya) atau tidak. Jika menurut dugaan penelitinya ada ‘illat pada Hadits tersebut maka dihukuminya sebagai Hadits tidak shahih .
Di antara para ulama yang menulis Ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadis. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini adalah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.
4.
Ilmu nasil
wal mansuh
Ilmun nasih wal Mansuh, ialah:
Artinya: “Ilmu yang menerangkan hadis-hadis yang sudah dimansuhkan dan yang menasihkannya. ”
Apabila didapati suatu Hadits yang maqbul, tidak ada yang memberikan perlawanan maka Hadits tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan oleh Hadits yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka Hadits itu dinamai Mukhatakiful Hadits. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh.
Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mam’uh ini, diantaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al-lktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil Haq (744 H)
Ilmun nasih wal Mansuh, ialah:
Artinya: “Ilmu yang menerangkan hadis-hadis yang sudah dimansuhkan dan yang menasihkannya. ”
Apabila didapati suatu Hadits yang maqbul, tidak ada yang memberikan perlawanan maka Hadits tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan oleh Hadits yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka Hadits itu dinamai Mukhatakiful Hadits. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh.
Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mam’uh ini, diantaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al-lktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil Haq (744 H)
5.
Ilmu Asbabi
Wuruddil Hadis
Ilmu Asbabi Wuruddil Hadis, ialah:
Artinya: “Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi yang menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.”
Menurut Prof Dr. Zuhri Ilmu Asbabi Wurudil Hadits adalah Ilmu yang menyingkap sebab-sebab timbulnya Hadits. Terkadang, ada Hadits yang apabila tidak diketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak diamalkan.
Penting diketahui, karena Ilmu itu menolong kita dalam memahami Hadits, sebagaimana Ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran. Disamping itu, Ilmu ini mempunyai fungsi lain untuk memahami ajaran islam secara komprehensif. Asbabul Wurud dapat juga membantu kita mengetahui mana yang datang terlebih dahulu di antara dua Hadits yang “Pertentangan”. Karenanya tidak mustahil kalau ada beberapa ulama yang tertarik untuk menulis tema semacam ini.Misalnya, Abu Hafs Al- Akbari (380-456H), Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Kamaluddin, yang lebih dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy (1054-1120H) denagn karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- Hadits Al-Syarif.
UIama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibhu Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H
Ilmu Asbabi Wuruddil Hadis, ialah:
Artinya: “Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi yang menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.”
Menurut Prof Dr. Zuhri Ilmu Asbabi Wurudil Hadits adalah Ilmu yang menyingkap sebab-sebab timbulnya Hadits. Terkadang, ada Hadits yang apabila tidak diketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak diamalkan.
Penting diketahui, karena Ilmu itu menolong kita dalam memahami Hadits, sebagaimana Ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran. Disamping itu, Ilmu ini mempunyai fungsi lain untuk memahami ajaran islam secara komprehensif. Asbabul Wurud dapat juga membantu kita mengetahui mana yang datang terlebih dahulu di antara dua Hadits yang “Pertentangan”. Karenanya tidak mustahil kalau ada beberapa ulama yang tertarik untuk menulis tema semacam ini.Misalnya, Abu Hafs Al- Akbari (380-456H), Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Kamaluddin, yang lebih dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy (1054-1120H) denagn karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- Hadits Al-Syarif.
UIama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibhu Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H
6.
Ilmu Talfiqil Hadis
Ilmu Talfiqil Hadis, ialah:
Artinya: “Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan Hadits-Hadits yang isinya berlawanan.”
Cara mengumpulkannya adakalanya dengan menakhsiskan yang ‘amm, atau menaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyaknya yang terjadi. Ilmu ini dinamai juga dengan Ilmu Mukhtaliful Hadis. Di antara para ulama besar yang telah berusaha menyusun, Ilmu ini ialah Al-Imamusy Syafii (204 H), Ibnu Qurtaibah (276 H), At-Tahawi (321 H) dan ibnu Jauzi (597 H). Kitabnya bernama At-Tahqiq, kitab ini sudah disyarahkan oleh Al-Ustaz Ahmad Muhammad Syakir dan baik sekali nilainya.
Ilmu Talfiqil Hadis, ialah:
Artinya: “Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan Hadits-Hadits yang isinya berlawanan.”
Cara mengumpulkannya adakalanya dengan menakhsiskan yang ‘amm, atau menaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyaknya yang terjadi. Ilmu ini dinamai juga dengan Ilmu Mukhtaliful Hadis. Di antara para ulama besar yang telah berusaha menyusun, Ilmu ini ialah Al-Imamusy Syafii (204 H), Ibnu Qurtaibah (276 H), At-Tahawi (321 H) dan ibnu Jauzi (597 H). Kitabnya bernama At-Tahqiq, kitab ini sudah disyarahkan oleh Al-Ustaz Ahmad Muhammad Syakir dan baik sekali nilainya.
7.
Ilmu Fannil Mubhammat
Ilmu fannil Mubhamat adalah Ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut dalam matan, atau di dalam sanad.
Di antara yang menyusun kitab ini, Al-Khatib Al Baghdady. Kitab Al Khatib itu diringkas dan dibersihkan oleh An-Nawawy dalam kitab Al-Isyarat Ila Bayani Asmail Mubhamat.
Perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih bukhari diterangkan dengan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al-Asqallanni dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.
Ilmu fannil Mubhamat adalah Ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut dalam matan, atau di dalam sanad.
Di antara yang menyusun kitab ini, Al-Khatib Al Baghdady. Kitab Al Khatib itu diringkas dan dibersihkan oleh An-Nawawy dalam kitab Al-Isyarat Ila Bayani Asmail Mubhamat.
Perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih bukhari diterangkan dengan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al-Asqallanni dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.
8.
Ilmu Ghoriebil Hadits
Yang dimaksudkan dalam Ilmu haddits ini adalah bertujuan menjelaskan suatu Hadits yang dalam matannya terdapat lafadz yang pelik, dan yang sudah dipahami karena jarang dipakai, sehingga Ilmu ini akan membantu dalam memahami Hadits tersebut.
Yang dimaksudkan dalam Ilmu haddits ini adalah bertujuan menjelaskan suatu Hadits yang dalam matannya terdapat lafadz yang pelik, dan yang sudah dipahami karena jarang dipakai, sehingga Ilmu ini akan membantu dalam memahami Hadits tersebut.
9.
Ilmu Tashif
wat Tahrif
Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang Hadits-Hadits yang sudah diubah titiknya (dinamai mushohaf), dan bentuknya (dinamai muharraf).
Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang Hadits-Hadits yang sudah diubah titiknya (dinamai mushohaf), dan bentuknya (dinamai muharraf).
B.
Ilmu Hadits
Dirayah
Ilmu Dirayatul Hadits, atau Ilmu Ushulur Riwayah dan disebut juga dengan Ilmu Musthalah Hadits.
Menurut kata sebagian ulama Tahqiq, Ilmu Dirayatul Hadits adalah Ilmu yang membahas cara kelakuan persambungan Hadits kepada Shahibur Risalah, junjungan kita Muhammad SAW dari sikap perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dan dari segi keadaan sanad, putus dan bersambungnya, dan yang sepertinya.
Muhammad Abu Zahwu dalam kitabnya Al-Haditsu wal Muhadditsun, memberikan definisi Ilmu Ushulur Riwayah atau Ilmu Riwayatul Hadits adalah Ilmu yang membahas tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya, hukum-hukumnya, dan keadaan perawi-perawinya dan syarat-syaratnya, macam-macam yang diriwayatkan dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.
Adapun obyek Ilmu Hadits Dirayah ialah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Dari aspek sanadnya, diteliti tentang keadilan dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan Haditsnya serta sanadnya bersambung atau tidak. Sedang dari aspek matannya diteliti tentang kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang berkaitan dengannya.
Dalam penjelasannya, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan:
a. hakikat periwayatan adalah menyampaikan berita dan menyandarkannya kepada orang yang menjadi sumber berita itu.
b. Syarat-syarat periwayatan adalah syarat-syarat perawi di dalam menerima hal-hal yang diriwayatkan oleh gurunya, apakah dengan jalan mendengar langsung atau dengan jalan ijazah, atau lainnya.
c. Macam-macam periwayatan, apakah sanadnya itu bersambung-sambung atau putus dan sebagainya.
d. Hukum-hukumnya, artinya diterima atau ditolaknya apa yang diriwayatkannya itu.
e. Keadaan perawi dan syarat-syaratnya, yaitu adil tidaknya dan syarat-syarat menjadi perawi baik tatkala menerima Hadits maupun menyampaikan Hadits.
f. Macam-macam yang diriwayatkan, ialah apakah yang diriwayatkannya itu berupa Hadits Nabi, atsar atau yang lain.
g. Hal-hal yang berhubungan dengan itu, ialah istilah-istilah yang dipakai oleh ahli-ahli Hadits.
Ilmu Dirayatul Hadits, atau Ilmu Ushulur Riwayah dan disebut juga dengan Ilmu Musthalah Hadits.
Menurut kata sebagian ulama Tahqiq, Ilmu Dirayatul Hadits adalah Ilmu yang membahas cara kelakuan persambungan Hadits kepada Shahibur Risalah, junjungan kita Muhammad SAW dari sikap perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dan dari segi keadaan sanad, putus dan bersambungnya, dan yang sepertinya.
Muhammad Abu Zahwu dalam kitabnya Al-Haditsu wal Muhadditsun, memberikan definisi Ilmu Ushulur Riwayah atau Ilmu Riwayatul Hadits adalah Ilmu yang membahas tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya, hukum-hukumnya, dan keadaan perawi-perawinya dan syarat-syaratnya, macam-macam yang diriwayatkan dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.
Adapun obyek Ilmu Hadits Dirayah ialah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Dari aspek sanadnya, diteliti tentang keadilan dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan Haditsnya serta sanadnya bersambung atau tidak. Sedang dari aspek matannya diteliti tentang kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang berkaitan dengannya.
Dalam penjelasannya, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan:
a. hakikat periwayatan adalah menyampaikan berita dan menyandarkannya kepada orang yang menjadi sumber berita itu.
b. Syarat-syarat periwayatan adalah syarat-syarat perawi di dalam menerima hal-hal yang diriwayatkan oleh gurunya, apakah dengan jalan mendengar langsung atau dengan jalan ijazah, atau lainnya.
c. Macam-macam periwayatan, apakah sanadnya itu bersambung-sambung atau putus dan sebagainya.
d. Hukum-hukumnya, artinya diterima atau ditolaknya apa yang diriwayatkannya itu.
e. Keadaan perawi dan syarat-syaratnya, yaitu adil tidaknya dan syarat-syarat menjadi perawi baik tatkala menerima Hadits maupun menyampaikan Hadits.
f. Macam-macam yang diriwayatkan, ialah apakah yang diriwayatkannya itu berupa Hadits Nabi, atsar atau yang lain.
g. Hal-hal yang berhubungan dengan itu, ialah istilah-istilah yang dipakai oleh ahli-ahli Hadits.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dalam Ilmu hadis terdapat
beberapa kajian ilmu-Ilmu yang terkait dengan hadis dan digunakan untuk membedakan objek pembahasan
diantara masing-masing ilmu-Ilmu tersebut kemudian dari
masing-masing ilmu-Ilmu tersebut terdapat kajian objek pembahasan yang lebih khusus.
Masing-masing ilmu-Ilmu tersebut mempunyai istilah tersendiri yang mendeskripsikan objek bahasan tertentu. Dengan begitu pembahasan tentang objek kajian dikelompokkan di masing-masing ilmu-Ilmu tersebut.
Masing-masing ilmu-Ilmu tersebut mempunyai istilah tersendiri yang mendeskripsikan objek bahasan tertentu. Dengan begitu pembahasan tentang objek kajian dikelompokkan di masing-masing ilmu-Ilmu tersebut.
Beberapa makalah lainnya:
- Struktur-hadits
- Rawi-hadits
- Pembagian-hadist.
- korelasi-hadits-dan-Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar