Anak
Yatim Prioritas Utama
Dalam tanya jawab pada harian Republika, sempat terbaca pertanyaan mengapa Anak
Yatim
tidak termasuk delapan asnaf yang berhak menerima zakat, padahal Anak
Yatim
tergolong kelompok manusia lemah yang memperoleh prioritas utama dalam al-
Qur’an, untuk menerima santunan harta, baik berupa zakat, infaq maupun
shodaqoh. Sayangnya jawaban pengasuh kurang proporsional dengan menyebutkan
bahwa Anak Yatim ada yang kaya ada yang miskin.
Jawaban ini jelas tidak proporsional, karena al- Qur’an sama sekali tidak
pernah menyebutkan katagori kaya atau miskinnya Anak Yatim.
Dalam al- Qur’an surat Al- Baqarah, Allah swt. menegaskan bahwa kualitas suatu
ibadah, bisa diterima atau tidak, tergantung apakah ibadahnya baik atau tidak.
Ibadah yang baik adalah ibadah yang mabrur, orang yang memperoleh nilai mabrur
akan mendapatkan kenikmatan (Inna al- abraara lafii na’iim) di dalam
surga (Jannatun – Na’iim). Nilai mabrur, sesungguhnya berlaku untuk
semua jenis ibadah, bukan cuma ibadah haji. Syahadat harus mabrur, shalat harus
mabrur, puasa harus mabrur, zakat juga harus mabrur. Kebaikan ibadah yang
bernilai mabrur tidak cukup hanya mengandalkan ibadah ritual semata-mata,
dengan menghadap ke barat atau ke timur, berangkat haji - berkali-kali, pulang
pergi ke Mekkah atau Madinah. Hakikat kebajikan (Al- Birru) adalah orang
yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, siap memberikan harta
yang disukai kepada orang yang lebih membutuhkan, dari kalangan kerabat terdekat
(dzawil qurba), Anak-Anak Yatim (al- Yatama),
orang-orang miskin (al- Masakiin), orang-orang yang terlantar
dalam perjalanan (wabnassabiil), orang yang minta-minta (wassaailiin).
Sikap dan perilaku orang yang mengabaikan Anak Yatim, bahkan dikutuk
Allah sebagai orang yang mendustakan agama. Dalam al- Qur’an surat al- Ma’uun
ditegaskan perihal orang yang dianggap dusta agamanya, dusta syahadatnya, dusta
shalatnya, dusta puasanya, dusta zakat dan hajinya, jika mereka tidak pernah
menyantuni Anak Yatim serta memberi makan orang
miskin. Sayang, kalau kita harus menyia-nyiakan seluruh potensi ibadah yang
kita lakukan, jika kita tidak pernah tergerak untuk memperhatikan nasib Anak-Anak
Yatim,
terutama Anak-Anak yang masih dalam usia wajib
belajar, karena kebutuhannya sangat besar. Itulah sebabnya Allah menempatkan Anak
Yatim
dalam posisi yang sangat penting untuk disantuni, dalam berbagai aktifitas
sosial.
Yatim
sebagai Fakir Miskin
Mengapa Allah tidak menempatkan Anak Yatim sebagai salah satu
bagian dari delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Secara sosio antropologis
Anak
Yatim
adalah sosok fakir dan miskin, karena mereka kelompok masyarakat grass roots
yang tidak punya penghasilan tetap. Kalaupun ada penghasilannya, belum tentu
mencukupi kebutuhan hidupnya. Tanpa memasukkan Anak Yatim dalam daftar
delapan asnaf, sebetulnya Anak Yatim secara otomatis
sudah menjadi bagian dari kelompok fakir dan miskin.
Yatim
sebagai Muallaf
Al-muallafatu quluubihim adalah
kelompok masyarakat yang tergolong lemah mentalnya, lemah hatinya atau masih
lemah imannya. Biasanya kita memahami kelompok muallaf adalah mereka yang baru
saja masuk Islam atau pemeluk Islam yang baru. Karena mereka yang baru memeluk
Islam itu dianggap belum kuat imannya, belum tentu teguh hati dalam
mempertahankan keislamannya. Sesungguhnya Anak Yatim juga adalah
kelompok masyarakat yang rentan, tergolong lemah iman dan bisa jadi kurang
teguh hati dalam menjalani kehidupan. Jika para Yatim yang juga fakir miskin
itu dibiarkan terlantar, kelemahan hatinya memungkinkan mereka berputus asa
untuk kemudian beralih menjadi kafir, karena bujukan missionaris yang banyak
menawarkan bantuan. Inilah barangkali peringatan yang pernah diprediksi oleh
Rasulullah : “Kaada al-faqru an yakuuna kufron”
Yatim
sebagai Terbelenggu
Ar- Riqaab yang termasuk dalam kelompok delapan
asnaf penerima zakat adalah masyarakat terbelenggu, semacam budak yang tidak
memiliki kebebasan atau kemerdekaan hak azasinya terrampas. Dalam konteks ini
para tahanan, nara pidana barangkali bisa digolongkan ke dalam kelompok
masyarakat yang terbelenggu kemerdekaan atau kebebasannya, sehingga mereka
tidak bisa berusaha, tidak bisa bekerja mencari nafkah. Sebab itu mereka berhak
menerima zakat, baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya. Anak
Yatim
adalah juga kelompok manusia yang terbelenggu oleh ketidak berdayaan, ketidak
mampuan sehingga banyak diantara mereka yang terjebak dengan kemiskinan.
Belenggu ketidak berdayaan inilah yang membuat mereka semakin terlantar dalam
kesendirian, dan sebab itu mereka wajib memperoleh santunan, termasuk zakat
yang dikeluarkan oleh para aghniya.
Yatim
sebagai Sabilillah
Sabilillah mengandung arti pejuang di jalan
Allah, termasuk di dalamnya sarana dan fasilitas yang mendukung terwujudnya
syiar agama Allah. Para ulama, kyai pimpinan pondok pesantren, ustadz, guru
ngaji, para da’i, madrasah, masjid, dll. adalah kelompok sabilillah yang berhak
menerima zakat, karena peranan dan tanggung jawabnya dalam mensyiarkan Islam.
Aktivitasnya yang cenderung ikhlas berjuang di jalan Allah merupakan kelompok
sabilillah yang layak memperoleh penghargaan, dengan memasukkan mereka ke dalam
delapan asnaf.
Sesuai dengan konteks ini, maka Anak Yatim yang sedang
menuntut ilmu di suatu sekolah, pesantren atau lembaga pendidikan lainnya,
adalah juga pejuang sabilillah. Banyak isyarat Rasulullah yang menggambarkan
bagaimana beratnya tugas menuntut ilmu, juga dirasakan oleh Anak
Yatim.
Bayangkan, di tengah siswa lain yang serba berkecukupan, Anak Yatim harus menderita
batin ketika berhadapan dengan banyaknya kebutuhan biaya pendidikan. Meskipun
spp katanya sudah dibebaskan, tetapi uang bangunan yang katanya hasil
musyawarah komite sekolah cukup mencekik leher mereka. Belum lagi kebutuhan
buku, pakaian seragam, dll. adalah tantangan tersendiri bagi seorang Anak
Yatim
yang mempunyai semangat tinggi untuk melanjutkan sekolah. Barangkali tidak
berlebihan jika Rasulullah memberikan garansi mati syahid bagi mereka yang
meninggal di jalan Allah, termasuk yang sedang menuntut ilmu.
Yatim
sebagai Ibnu Sabil
Ibnu Sabil secara leterlek berarti Anak terlantar atau orang yang
kehabisan bekal dalam perjalanan panjang demi kebaikan. Mungkin ini bisa
terjadi pada seseorang yang sedang bertugas mengendarai kendaraan umum, lalu
kecopetan di jalan sehingga tidak memiliki ongkos untuk melanjutkan perjalanan
atau pulang kembali. Bisa juga terjadi pada keluarga yang kebetulan menempuh
perjalanan panjang, kemudian mengalami musibah atau kecelakaan. Kepada mereka
berhak diberikan bagian zakat, sebagai ibnu sabil.
Anak
Yatim
adalah wujud Anak terlantar yang tidak berbapak, terlebih lagi jika mereka
juga piatu karena ibunya sudah meninggal. Mereka digolongkan Anak
terlantar, karena seringkali mengalami kesulitan untuk membiayai pendidikan.
Mereka juga banyak mengalami drop out karena tidak mampu melanjutkan sekolah ke
tingkat yang lebih tinggi. Sebab itu Anak Yatim tidak bisa
dipisahkan dari kelompok ibnu sabil yang termasuk delapan asnaf penerima zakat.
Anak
Yatim
termasuk kelompok individu yang menempuh poerjalanan hidup tanpa biaya cukup.
Yatim
sebagai Amil
Amil adalah panitia penyelenggara yang menampung atau menyalurkan zakat,
semacam BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah), yang formal dilakukan oleh
pemerintah atau lembaga lain dengan fungsi yang sama. Selama ini banyak
pengusaha yang cenderung kurang berminat menitipkan kewajiban zakatnya melalui
lembaga formal, kemungkinan karena kredibilitas oknum pengurus lembaga yang
tidak amanah. Jadi bukan soal pengusaha muslim yang tidak mau mengeluarkan
zakat, sebab banyak diantara mereka yang justru lebih berminat menyerahkan
langsung kewajiban zakatnya kepada mustahik yang sebenarnya.
Dalam
aktivitas sosial bukan tidak mungkin banyak Anak Yatim terutama usia
remaja terlibat dalam kegiatan pengumpulan dan penyaluran zakat. Mereka yang
turut membantu, meskipun mungkin diniati agar mendapatkan imbalan dari
aktivitasnya, bisa dimengerti karena kemiskinannya. Anak Yatim yang turut terlibat
dalam kegiatan sosial, mereka juga bisa menjadi amil yang berhak menerima
pembagian zakat sesuai delapan asnaf yang telah ditentukan. Anak
Yatim
yang aktif membantu kegiatan pengumpulan zakat dan shodaqah , berhak memperoleh
pembagian sebagaimana panitia lainnya.
Yatim
Berhutang
Kelompok masyarakat berhutang yang tergolong masuk delapan asnaf adalah mereka
yang terjerat hutang pada rentenir atau perbankan, sehingga tidak mampu lagi
mengembalikan hutangnya. Jerat hutang yang seringkali melilit orang-orang lemah
atau kaum dhuafa, itulah yang melatar belakangi mereka harus diberi zakat
sebagai mustahik. Kemungkinan ini bisa terjadi pada keluarga Yatim,
ketika seorang ibu yang ditinggal mati suami, harus menanggung beban Anak-Anak
Yatim
yang ditinggalkannya. Jika ibunya fakir atau miskin, maka peluang mereka
berhutang guna memenuhi kebutuhan hidup sangat terbuka, dan dapat dipastikan
mereka juga akan kesulitan mengembalikan hutangnya. Oleh karena itu orang
berhutang apalagi ada tanggungan Anak Yatim di dalamnya, sangat
berhak menerima zakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar