Rabu, 02 Mei 2012

SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Secara harfiah, masjid diartikan sebagai tempat duduk atau setip tempat yang dipergunakan untuk beribadah, masjid jugak berarti tempat solat berjamaah atau tempat salat untuk umum (orang banyak)
Masjid memang pernah penting dalam penyelenggaraan pendidikan islam karna itu masjid atau surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak di pergunakan bagi perkembangan masyarakat islam.
Dimasa ini fungsi masjid mulai menyempit, tidak sbagai mana pada zaman nabi SAW.  Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga sosial keagamaan semakin memadat, sehingga masjid terkesan menjadi terkesan sebage tempat ibadah shalat saja, pada mulanya masjid merupakan sentral kebudayaan masyarakat islam pusat organisasi kemasyarakatn pusat pendidikan dan pusat pemukiman (community center) serta sebagai tempat ibadah dan I’tikaf.

B.  Rumsan Masalah
1.      Bagaimana sejarah pendidikan islam di Indonesia?
2.      Bagaimana sistim pendidikan islam di Indonesia (surau).?
3.      Bagimana lembaga pendidikan islam di indonesi(surau)?
4.      Bagaimana fungsi surau dalam pendidikan islam di Indonesia.?
5.      Bagaimana kurikulum pendidikan islam di Indonesia (suru)?


C.  Tujuan
1.    Mengetahui sejarah pendidikan islam di Indonesia.
2.    Mengetahui sistim pendidikan islam di Indonesia (surau).
3.    Mengetahui lembaga pendidikan islam di indonesi(surau).
4.    Mengetahui fungsi surau dalam pendidikan islam di Indonesia.
5.    Mengetahui kurikulum pendidikan islam di Indonesia (suru).


BAB II
PEMBAHASAN
Mesjid atau surau merupakan institusi pendidikan Islam pertama yang dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim yang pada dasarnya mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Agar anak mampu melaksanakan tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Sebenarnya pendidikan di Surau dan di Mesjid dapat dibedakan, dimana pendidikan di Surau tahap awal atau dasarnya disebut sebagai pengajian Al-Quran sedangkan di Mesjid tingkat lanjutan disebut pengajian kitab. Dengan demikian di Surau dan di Mesjid pada masa lalu telah diselenggarakan dua macam strata pendidikan , yaitu pendidikan dasar yang disebut pengajian Al-Quran dan yang kedua adalah pendidikan tingkat lanjutan yang disebut buku kitab.
A.  Sejarah
Kata surau bermula dari istilah Melayu-Indonesia dan penggunaannya meluas sampai di Asia Tenggara. Sebutan surau berasal dari Sumatera Barat tepatnya di Minangkabau. Sebelum menjadi lembaga pendidikan Islam, istilah ini pernah digunakan (warisan) sebagai tempat penyembahan agama Hindu-Budha. Pada masa awalnya, surau juga digunakan sebagai tempat penyembahan ruh nenek moyang. Keberadaan surau cenderung mengambil tempat di puncak atau daratan yang tinggi untuk melakukan kontemplasi (asketis) para warga yang sedang bermunajat kepada Yang Maha Agung. Sehingga bangunan surau dikesankan sebagai bangunan yang ‘mistis’, karena memiliki ‘keramat’ atau sakral yang dipercayai oleh segenap warga disekelilingnya.
Surau dalam sejarah Minangkabau diperkirakan berdiri pada 1356 M. yang dibangun pada masa Raja Adityawarman di Kawasan bukit Gonbak. Seperti kita tahu dalam lintasan sejarah Nusantara, bahwa pada masa ini adalah masa keemasan bagi agama Hindu-Budha, maka secara tidak langsung dapat dipastikan bahwa eksistensi dan esensi surau kala itu adalah sebagai tempat ritual bagi pemeluk agama Hindu-Budha.
Setelah keberadaan agama Hindu-Budha mulai surut dan pengaruh selanjutnya digantikan Islam, surau akhirnya mengalami akulturasi budaya ke dalam agama Islam. Setelah mengalami islamisasi, surau akhirnya menjadi pusat kegiatan bagi pemeluk agama Islam dan sejak itu pula surau tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang mistis atau sakral. Surau menjadi media aktivitas pendidikan umat Islam dan tempat segala aktivitas sosial.
Kedatangan Islam ke Sumatera Barat telah memberikan pengaruh dan perubahan bagi kelangsungan surau sebelumnya. Surau mulai terpengaruh dengan panji-panji penyiaran agama Islam. Dengan waktu yang tidak lama, surau kemudian mengalami islamisasi, walaupun dalam batas-batas tertentu masih menyisakan suasana kesakralan dan merefleksikan sebagai simbol adat Minangkabau.
Proses islamisasi surau begitu cepat dengan ditandai beberapa aktivitas keagamaan. Meski tidak harus merubah label namanya, kaum Muslim dapat menerima (mempertahankan) tanpa mempertanyakan keberadaan asal-usulnya. Karena yang lebih penting masa itu adalah adanya sarana yang efektif untuk melakukan menyiarkan agama Islam. Nama atau label bukanlah hal yang prinsip dan yang lebih esensi adalah semangat dalam menciptakan suasana dan aktivitas di kalangan umat Islam dalam memperkokoh keimanan dan keislamannya. Nilai-nilai semangat inilah yang dipegangi umat Islam hingga surau dikenal khalayak luas sepanjang sejarah. Mahmud Yunus menyebutkan, Syekh Burhanuddin adalah orang yang pertama kali menjadikan surau sebagai lembaga pendidikan Islam.[3]
B.  Sistem
Nakoesteen sebagai mana yang dikutip hasan asari mengatakan bahwa, pendidikan islam yang berlangsung dimasjid adalah pendidikan yang unik karena memaki system halaqah (lingkaran). Sang syekh biasnya duduk didepannya membentuk lingkaran dan lutut para siswa bersentuhan. Bila ditinjau lebih lanjut, bahwa  system halaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual, akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan sepiritual peserta didik. Adalah merupakan kbiasaan dalam halaqah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuanya duduk didekat syekh. Murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, maka akan berjuang lebih keras agar dapat merubah posisinya dalam konfigurasi dhalaqahnya, sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat signifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi,sebuah halaqah biasanya terdiri dari 20 orang siswa.
Seorang bias masuk dari satu halaqah ke halaqah lainya sesuka hati, artinya tidak ada ikatan administratif dengan halaqah atau dari syaikhnya. Metode diskusi dan dialog kebanyakan dipakai dalam berbagai halaqah. Dikte (imla’) biasanya memainkan peranan pentingnya tergantung pada kajian dan topic bahasan. Kemudian dilanjutkan kembali dengan penjelasan oleh syekh atas materi yang telah didiktekan. Uraian disesuaikan dengan kemampuan peserta halaqah, menjelang akhir kelas waktu akan dimampaatkan oleh syekh untuk mengevaluasi peserta halaqah. Evaluasi bias berbentuk Tanya jawab, dan terkadang syekh menyempatkan memeriksa catatan murid-muridnya, mengoreksi dan menambahseperluny. Kemajuan suatu halaqah ini tergantung pada kemampuan seykh dalam pengelolaan system pendidikan. Biasanya apa bila suatu halaqah  telah maju, maka akan banyak dikunjungi para peserta didik dari berbagai penjuru.[4]
Cara belajar di Mesjid dan Surau itu dengan cara mengelilingi gurunya yang berada di tengah dengan duduk bersila tanpa mempergunakan meja atau bangku. Materi yang diberikan tergantung karena sesuai dengan kemampuan anak-anak. Dengan tahap awal belajar mempelajari huruf hijaiyah setelah itu menghafal dan menuliskan huruf tersebut. Setelah pandai membaca surat pendek baru diperkenankan untuk membaca alquran secara berturut-turut sampai khatam. Bukan dengan mengaji saja tapi ada pula diajarkan tentang cara berwudhu` dan shalat diberikan secara langsung dan dilakukan perorangan dengan waktu yang tertentu (langsung dipraktekkan dalam waktu shalat).[5]
C.  Lembaga
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa pendidikan di Mesjid atau Surau berperan sangat penting dalam pendidikan Islam di Indonesia karena mesjid atau surau ini dianggap lembaga pendidikan Islam tertua sebelum adanya pesantren. Al-Abdi dalam bukunya Almadlehal menyatakan Mesjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan tempat pendidikan di dalam mesjid akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam, menghilangkan bid`ah-bid`ah serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam penidikan. Mesjid merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga.[6] Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan islam adalah:
1.    Mendidik anak untuk tetap beribadah kpada allah SWT.
2.    Menamakan rasa cinta kpada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kwajibanya sebagai insan pribadi, sosial dan warga Negara.
3.    Memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, perenungan, optimism, dan mengadakan penelitian.[7]
D.  Fungsi
Mesjid dan surau merupakan wadah atau tempat khusus yang berfungsi ganda sejak pertama kali keberadaannya.Secara garis besar berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan serta kebudayaan, dan tempat penyelenggaraan urusan ummat.Dari waktu kewaktu mengalami perkembangan bentuk dan sifat fungsi mesjid dan surau sangat beragam dan bervariasi. Dalam hal ini fungsi mesjid akan lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas proses belajar mengajar, fasilitas yang dimaksud adalah :
1.    Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan yang berbagai disiplin keilmuan.
2.    Ruang diskusi, yang digunkan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat berjama`ah. Langkah-langkah praktis yang ditempuh dalam operasionalisasi adalah memberikan planning terlebih dahulu dengan menampilkan beberapa pokok persoalan yang akan dibahasRuang kuliah, baik digunakan untuk remaja mesjid atau madrasah diniyah.
3.    Ruang kuliah baik digunakan untuk training remaj mesjid atau juga madrasah diniyah.[8]

E.   Kurikulum
Kurikulim pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, seperti kadi, khatib, dan imam masjid, melihat keterkaitan antara masjid dan kekuasaan dalam halini dapat dikatakan bahwa masjid merupakan lembaga pendidikan formal.
Kurikulum dan materi hampir sama dengan masa Daulah Abasiyah yaitu untuk kelanjutan dan kepentingan kekuasaan yang dinamakan kaum adat.[9]


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah keberadaan agama Hindu-Budha mulai surut dan pengaruh selanjutnya digantikan Islam, surau akhirnya mengalami akulturasi budaya ke dalam agama Islam. Setelah mengalami islamisasi, surau akhirnya menjadi pusat kegiatan bagi pemeluk agama Islam dan sejak itu pula surau tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang mistis atau sakral. Surau menjadi media aktivitas pendidikan umat Islam dan tempat segala aktivitas sosial.
Sistem pendidikan surau adalah pendidikan yang unik karena system yang digunakan adalah system halaqah (lingkaran).
Mesjid atau surau merupakan lembaga pendidikan Islam tertua sebelum adanya pesantren dan Mesjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan masjid sebagai tempat pendidikan maka mesjid akan terlihat hidupnya sunnah - sunnah Islam, menghilangkan bid`ah - bid`ah serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam penidikan karna Mesjid juga merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga.
Mesjid berfungsi ganda sejak pertama kali keberadaannya secara garis besar berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan serta kebudayaan, dan tempat penyelenggaraan urusan ummat.
Kurikulum dan materi hampir sama dengan masa Daulah Abasiyah yaitu untuk kelanjutan dan kepentingan kekuasaan yang dinamakan kaum adat.


Daftar Pustaka
Abdul Mujib dkk; 2006, ilmu pendidikan islam. Jakarta, Kencana
Rukiati Enung K, Fenti hikmawati; 2006, Sejarah pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta. Pustaka Setia
Samuel Nizar; 2009, Sejarah pendidikan Islam. Jakarta. Kencana


[1] HJ. Enung k rukiati. Sejarah pendidikan islam di Indonesia (bandung 2006) hal. 101

[2] Abdul mujib, ilmu pendidikan islam ( Jakarta : 2006) hal 231
[3] http://mujtahid-komunitaspendidikan.blogspot.com

[4] Samuel Nizar. Sejarah pendidikan islsm (jakarta : 2009) hal 10
[5]
[6] HJ. Enung k rukiati, Op. cit . hal 102
[7] Abdul mujib, Op. cit. Hal 232
[8] HJ. Enung k rukiati, Op. cit . hal 102
[9] Abdul mujib, Op. cit. Hal 117-118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar