BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara harfiah, masjid diartikan
sebagai tempat duduk atau setip tempat yang dipergunakan untuk beribadah,
masjid jugak berarti tempat solat berjamaah atau tempat salat untuk umum (orang
banyak)
Masjid memang pernah penting dalam
penyelenggaraan pendidikan islam karna itu masjid atau surau merupakan sarana
yang pokok dan mutlak di pergunakan bagi perkembangan masyarakat islam.
Dimasa ini fungsi masjid mulai
menyempit, tidak sbagai mana pada zaman nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga sosial
keagamaan semakin memadat, sehingga masjid terkesan
menjadi terkesan sebage tempat ibadah shalat saja, pada mulanya masjid
merupakan sentral kebudayaan masyarakat islam pusat organisasi kemasyarakatn
pusat pendidikan dan pusat pemukiman (community center) serta sebagai
tempat ibadah dan I’tikaf.
B. Rumsan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah pendidikan
islam di Indonesia?
2. Bagaimana
sistim pendidikan islam di Indonesia (surau).?
3. Bagimana
lembaga pendidikan islam di indonesi(surau)?
4. Bagaimana
fungsi surau dalam pendidikan islam di Indonesia.?
5. Bagaimana
kurikulum pendidikan islam di Indonesia (suru)?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah pendidikan
islam di Indonesia.
2. Mengetahui sistim pendidikan
islam di Indonesia (surau).
3. Mengetahui lembaga pendidikan
islam di indonesi(surau).
4. Mengetahui fungsi surau dalam pendidikan
islam di Indonesia.
5. Mengetahui kurikulum pendidikan
islam di Indonesia (suru).
BAB
II
PEMBAHASAN
Mesjid atau surau merupakan institusi pendidikan Islam pertama
yang dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim yang pada dasarnya mempunyai
fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Agar anak mampu
melaksanakan tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Sebenarnya pendidikan di Surau dan
di Mesjid dapat dibedakan, dimana pendidikan di Surau tahap awal atau
dasarnya disebut sebagai pengajian Al-Quran sedangkan di Mesjid tingkat
lanjutan disebut pengajian kitab. Dengan demikian di Surau dan di Mesjid pada
masa lalu telah diselenggarakan dua macam strata pendidikan , yaitu pendidikan
dasar yang disebut pengajian Al-Quran dan yang kedua adalah pendidikan
tingkat lanjutan yang disebut buku kitab.
A. Sejarah
Kata surau bermula dari istilah Melayu-Indonesia
dan penggunaannya meluas sampai di Asia Tenggara. Sebutan surau berasal dari
Sumatera Barat tepatnya di Minangkabau. Sebelum menjadi lembaga pendidikan
Islam, istilah ini pernah digunakan (warisan) sebagai tempat penyembahan agama
Hindu-Budha. Pada masa awalnya, surau juga digunakan sebagai tempat penyembahan
ruh nenek moyang. Keberadaan surau cenderung mengambil tempat di puncak atau
daratan yang tinggi untuk melakukan kontemplasi (asketis) para warga yang
sedang bermunajat kepada Yang Maha Agung. Sehingga bangunan surau dikesankan
sebagai bangunan yang ‘mistis’, karena memiliki ‘keramat’ atau sakral yang
dipercayai oleh segenap warga disekelilingnya.
Surau dalam sejarah Minangkabau
diperkirakan berdiri pada 1356 M. yang dibangun pada masa Raja Adityawarman di
Kawasan bukit Gonbak. Seperti kita tahu dalam lintasan sejarah Nusantara, bahwa
pada masa ini adalah masa keemasan bagi agama Hindu-Budha, maka secara tidak
langsung dapat dipastikan bahwa eksistensi dan esensi surau kala itu adalah sebagai
tempat ritual bagi pemeluk agama Hindu-Budha.
Setelah keberadaan agama Hindu-Budha
mulai surut dan pengaruh selanjutnya digantikan Islam, surau akhirnya mengalami
akulturasi budaya ke dalam agama Islam. Setelah mengalami islamisasi, surau
akhirnya menjadi pusat kegiatan bagi pemeluk agama Islam dan sejak itu pula
surau tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang mistis atau sakral. Surau
menjadi media aktivitas pendidikan umat Islam dan tempat
segala aktivitas sosial.
Kedatangan Islam ke Sumatera Barat telah
memberikan pengaruh dan perubahan bagi kelangsungan surau sebelumnya. Surau
mulai terpengaruh dengan panji-panji penyiaran agama Islam. Dengan waktu yang
tidak lama, surau kemudian mengalami islamisasi, walaupun dalam batas-batas
tertentu masih menyisakan suasana kesakralan dan merefleksikan sebagai simbol
adat Minangkabau.
Proses islamisasi surau begitu cepat
dengan ditandai beberapa aktivitas keagamaan. Meski tidak harus merubah label
namanya, kaum Muslim dapat menerima (mempertahankan) tanpa mempertanyakan
keberadaan asal-usulnya. Karena yang lebih penting masa itu adalah adanya
sarana yang efektif untuk melakukan menyiarkan agama Islam. Nama atau label
bukanlah hal yang prinsip dan yang lebih esensi adalah semangat dalam
menciptakan suasana dan aktivitas di kalangan umat Islam dalam memperkokoh
keimanan dan keislamannya. Nilai-nilai semangat inilah yang dipegangi umat
Islam hingga surau dikenal khalayak luas sepanjang sejarah. Mahmud Yunus
menyebutkan, Syekh Burhanuddin adalah orang yang pertama kali menjadikan surau
sebagai lembaga pendidikan Islam.[3]
B. Sistem
Nakoesteen sebagai mana yang dikutip
hasan asari mengatakan bahwa, pendidikan islam yang berlangsung
dimasjid adalah pendidikan yang unik karena memaki system halaqah (lingkaran).
Sang syekh biasnya duduk didepannya membentuk lingkaran dan lutut para siswa
bersentuhan. Bila ditinjau lebih lanjut, bahwa
system halaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak
hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual, akan tetapi lebih menyentuh
dimensi emosional dan sepiritual peserta didik. Adalah merupakan kbiasaan dalam
halaqah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuanya duduk didekat syekh. Murid
yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh,
maka akan berjuang lebih keras agar dapat merubah posisinya dalam konfigurasi
dhalaqahnya, sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat
signifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi,sebuah halaqah biasanya terdiri
dari 20 orang siswa.
Seorang bias masuk dari satu halaqah
ke halaqah lainya sesuka hati, artinya tidak ada ikatan administratif dengan
halaqah atau dari syaikhnya. Metode diskusi dan dialog kebanyakan dipakai dalam
berbagai halaqah. Dikte (imla’) biasanya memainkan peranan pentingnya
tergantung pada kajian dan topic bahasan. Kemudian dilanjutkan kembali dengan
penjelasan oleh syekh atas materi yang telah didiktekan. Uraian disesuaikan
dengan kemampuan peserta halaqah, menjelang akhir kelas waktu akan dimampaatkan
oleh syekh untuk mengevaluasi peserta halaqah. Evaluasi bias berbentuk Tanya
jawab, dan terkadang syekh menyempatkan memeriksa catatan murid-muridnya,
mengoreksi dan menambahseperluny. Kemajuan suatu halaqah ini tergantung pada
kemampuan seykh dalam pengelolaan system pendidikan. Biasanya apa bila suatu
halaqah telah maju, maka akan banyak
dikunjungi para peserta didik dari berbagai penjuru.[4]
Cara belajar di Mesjid dan Surau itu
dengan cara mengelilingi gurunya yang berada di tengah dengan duduk bersila
tanpa mempergunakan meja atau bangku. Materi yang diberikan tergantung karena
sesuai dengan kemampuan anak-anak. Dengan tahap awal belajar mempelajari huruf
hijaiyah setelah itu menghafal dan menuliskan huruf tersebut. Setelah pandai
membaca surat pendek baru diperkenankan untuk membaca alquran secara
berturut-turut sampai khatam. Bukan dengan mengaji saja tapi ada pula diajarkan
tentang cara berwudhu` dan shalat diberikan secara langsung dan dilakukan
perorangan dengan waktu yang tertentu (langsung dipraktekkan dalam waktu
shalat).[5]
C. Lembaga
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa pendidikan
di Mesjid atau Surau berperan sangat penting dalam pendidikan Islam di Indonesia
karena mesjid atau surau ini dianggap lembaga pendidikan Islam tertua
sebelum adanya pesantren. Al-Abdi dalam bukunya Almadlehal menyatakan Mesjid
merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan tempat
pendidikan
di dalam mesjid akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam, menghilangkan
bid`ah-bid`ah serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam penidikan. Mesjid
merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga.[6]
Implikasi
masjid sebagai lembaga pendidikan islam adalah:
1.
Mendidik anak untuk tetap beribadah
kpada allah SWT.
2. Menamakan
rasa cinta kpada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial, serta
menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kwajibanya sebagai insan pribadi, sosial dan
warga Negara.
3.
Memberikan rasa ketentraman, kekuatan,
dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran,
perenungan, optimism, dan mengadakan penelitian.[7]
D. Fungsi
Mesjid dan surau merupakan wadah
atau tempat khusus yang berfungsi ganda sejak pertama kali keberadaannya.Secara
garis besar berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan serta
kebudayaan, dan tempat penyelenggaraan urusan ummat.Dari waktu kewaktu
mengalami perkembangan bentuk dan sifat fungsi mesjid dan surau sangat beragam
dan bervariasi. Dalam hal ini fungsi mesjid akan lebih efektif bila di dalamnya
disediakan fasilitas proses belajar mengajar, fasilitas yang dimaksud adalah :
1. Perpustakaan, yang menyediakan
berbagai buku bacaan yang berbagai disiplin keilmuan.
2. Ruang diskusi, yang digunkan untuk
berdiskusi sebelum atau sesudah shalat berjama`ah. Langkah-langkah praktis yang
ditempuh dalam operasionalisasi adalah memberikan planning terlebih dahulu
dengan menampilkan beberapa pokok persoalan yang akan dibahasRuang kuliah, baik
digunakan untuk remaja mesjid atau madrasah diniyah.
E.
Kurikulum
Kurikulim
pendidikan
dimasjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-pejabat
pemerintah, seperti kadi, khatib, dan imam masjid, melihat keterkaitan antara
masjid dan kekuasaan dalam halini dapat dikatakan bahwa masjid merupakan
lembaga pendidikan formal.
Kurikulum
dan materi hampir sama dengan masa Daulah Abasiyah yaitu untuk kelanjutan dan
kepentingan kekuasaan yang dinamakan kaum adat.[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah keberadaan agama Hindu-Budha
mulai surut dan pengaruh selanjutnya digantikan Islam, surau akhirnya mengalami
akulturasi budaya ke dalam agama Islam. Setelah mengalami islamisasi, surau
akhirnya menjadi pusat kegiatan bagi pemeluk agama Islam dan sejak itu pula
surau tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang mistis atau sakral. Surau
menjadi media aktivitas pendidikan umat Islam dan tempat
segala aktivitas sosial.
Sistem pendidikan surau adalah pendidikan
yang unik karena system yang digunakan adalah system halaqah (lingkaran).
Mesjid atau surau merupakan lembaga pendidikan
Islam tertua sebelum adanya pesantren dan Mesjid merupakan tempat terbaik untuk
kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan masjid sebagai tempat pendidikan
maka mesjid akan terlihat hidupnya sunnah - sunnah Islam, menghilangkan bid`ah - bid`ah serta menghilangnya
stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam penidikan karna Mesjid juga
merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga.
Mesjid
berfungsi ganda sejak pertama kali keberadaannya secara garis besar berfungsi
sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan serta kebudayaan, dan
tempat penyelenggaraan urusan ummat.
Kurikulum dan
materi hampir sama dengan masa Daulah Abasiyah yaitu untuk kelanjutan dan
kepentingan kekuasaan yang dinamakan kaum adat.
Daftar Pustaka
Abdul Mujib dkk; 2006, ilmu pendidikan islam.
Jakarta, Kencana
Rukiati Enung K, Fenti hikmawati; 2006, Sejarah
pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta. Pustaka Setia
Samuel Nizar; 2009, Sejarah pendidikan Islam. Jakarta.
Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar