BAB
I
PENDAHULUAN
Proses
pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan
pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam
sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula
sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan
tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dibagi dalam lima
periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan islam pada masa Nabi
Muhammad SAW, periode pertumbuhan pendidikan islam yang berlangsung
sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan
(puncak perkembangan) pendidikan islam yang berlangsung
sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan
islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan
Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan
berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat dan periode
pembaharuan pendidikan islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh
Napoleon sampai masa kini yangn ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan
kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan
islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sanpai dengan
jatuhnya Baghdad yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya
madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
Pembahasan
pada periode kejayaan ini merupakan rangkaian pembahasan sejarah pendidikan
islam. Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti halnya sejarah
pendidikan
islam selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan
yang mengakibatkan terjadinya rentetan peristiwa serta memberinya dinamisme
dalam waktu dan tempat.
Semoga dengan makalah
ini pembaca dapat menambah pengetahuan tentang peristiwa sejarah khususnya sejarah
pendidikan
islam pada masa kejayaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEJAYAAN
Masa
kejayaan pendidikan islam merupakan satu periode dimana pendidikan
islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan
islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas
dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat
dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam.
berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu
menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat
Islam.
Pada
masa kejayaan ini, pendidikan islam merupakan jawaban terhadap tantangan
perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang
dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia
pada masa itu.
Dalam
perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor
intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor ekstern yaitu
berupa tantangan dan rangsangan dari luar. [1]
Pendidikan
islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti
Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena
beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung
negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia
Islam pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. [2]
Tujuan
pendidikan pada masa Abbasiyah yaitu : [3]
1.
Tujuan Keagamaan dan Ahlak
Anak
didik diajarkan membaca dan menghafal al Qur`an karena hal itu merupakan suatu
kewajiban dalam agama agar mereka mengikuti ajaran agama dan berahlak menurut
agama.
2.
Tujuan Kemasyarakatan
Pemuda-pemuda
yang belajar dan menuntut ilmu agar mereka dapat mengubah dan memperbaiki
masyarakat menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan.
3.
Tujuan Kebendaan
Menuntut
ilmu supaya mendapat penghidupan yang layak, pangkat yang tinggi, bahkan
kekuasaan dan kemegahan di dunia ini.
Kemjuan
pendidikan
islam pada masa dinasti abbasiyah di tandai dengan berkembangnya
beberapa aspek pendidikan yakni sebagai berikut :
A. Kurikulum
Menurut
Ahmad Tafsir, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau
dipelajari oleh siswa. Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum
sekolah tingkat rendah adalah al Qur`an, agama, membaca, menulis, dan syair. Di
istana-istana biasanya ditegaskan pentingnya pengajaran khittabah, ilmu sejarah,
cerita perang, cara-cara pergaulan, ilmu-ilmu pokok seperti al Qur`an, syair
dan fiqh.
Di
lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti masjid, kurikulumnya adalah ilmu
agama dengan al Qur`an sebagai intinya. Selain itu hadits dan tafsir. Hadits
merupakan materi penting di masjid-masjid, karena kedudukannya sebagai sumber
agama Islam yang kedua, setelah al Qur`an. Sedangkan tafsir adalah ilmu yang
membahas kandungan al -Qur`an dengan penafsirannya.
Pelajaran
fiqh, merupakan materi kurikulum yang paling populer karena bagi mereka yang
ingin mencapai jabatan-jabatan dalam pengadilan harus mendalami bidang studi
tersebut. Banyaknya muslim yang tertarik pada ilmu fiqh karena besarnya
penghasilan yang diperoleh ahli-ahli fiqh dalam memecahkan masalah fiqhiyah
seperti masalah warisan menyebabkan berkembangnya kebiasaan buruk sebagaimana
yang dikritik oleh al Ghazali yaitu munculnya ahli fiqh yang memberikan
fatwa-fatwa demi mengharap imbalan harta.
Seni
berdakwah (retorika) juga membentuk bagian penting dalam pengajaran ilmu-ilmu
agama, karena kemampuan menyampaikan dakwah dengan meyakinkan dan pelajaran
yang ilmiah serta memainkan peranan penting dalam kehidupan keagamaan dan pendidikan
islam di kalangan masyarakat muslim. Mata pelajaran retorika teridiri
dari tiga cabang yaitu al Ma`ani yang membahas perbedaan kalimat dan
bagaimana melafalkannya dengan jelas, al Bayan, yang mengajarkan seni
mengekspresikan ide-ide dengan fasih dan tidak mengandung arti ganda, dal al
Badi yang membahas kata-kata indah dan hiasan kata dalam pidato. [4]
B. Metode Pengajaran
Metode
pemngajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar
mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada
anak didiknya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan
pemilihan ilmu oleh murid, sehingga murid dapat menyerap apa yang disampaikan
gurunya.
Metode
pengajaran yang dipakai pada masa dinasti Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi
3 macam, yaitu:[5]
1)
Metode lisan
Metode ini dapat berupa dikte, ceramah, qira`ah, dan
dapat berupa diskusi. Dikte (imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan
yang dianggap baik dan aman sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat
membantunya terutama bagi yang daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al
asma`), yaitu guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan,
sedangkan murid mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi kesempatan
kepada murid untuk menulis dan bertanya. Metode qira`ah (membaca) biasanya
digunakan untuk membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajaran dalam pendidikan
islam dengan cara perdebatan.
2)
Metode hafalan
Metide
ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang sehingga pelajaran
melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid mengeluarkan kembali
pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu diskusi dia dapat merespon,
mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.
3)
Metode tulisan
Metode
ini merupkan metode pengkopian karya-karya ulama. Metod ini di samping
bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya bagi
penggandaan jumlah buku karena pada masa itu belum ada mesin cetak.
C. Kehidupan Murid
Ciri
utama kehidupan murid dalam pendidikan tingkat dasar adalah :
- Diharuskannya belajar membaca dan
menulis.
- Bahan pengajarannya menggunakan
syair-syair dan bukan al Qur`an karena dikhawatirkan mereka membuat
kesalahan yang akan menodai al Qur`an.
- Murid-murid diajarkan membaca dan
menghafalkan al Qur`an.
- Pada sekolah dasar tidak ditentukan
lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan anak-anak.
- Hubungan guru dan murid sebagai
hubungan orang tua dan anak.
Pada
pendidikan tingkat tinggi murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang
dianggapnya paling baik. Di antara ciri khas pendidikan di masa dinasti
Abbasiyah adalah teacher oriented , yaitu kualitas suatu oendidikan
tergantung pada guru. Pelajar bebas mengikuti suatu pelajaran yang dikehendaki
dan bisa belajar dimana saja, misdalnya di perpustakaan, toko buku, rumah ulama
atau tempat terbuka. Pelajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pelajar
tidak tetap, yang terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran untuk
menunjang profesi dan pelajar tetap, yaitu pelajar yan g mempunyai tujuan utama
untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar. Setiap pelajar
membuat daftar guru-guru yang mengajar yang disebut Mu`jam al Masyakhah.
Daftar tersebut digunakan sebagi bukti bahwa mereka telah belajar kepada
guru-guru yang terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadits yang mereka terima
dari seorang guru.
D. Rihlah Ilmiyah
Yaitu
pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Dengan adanya sistem ini
pendidikan di masa dinasti Abbasiyah tidak hanya di batasi dengan dinding kelas
(school without wall) tetapi memberikan kebebasan kepadamurid untuk
belajar kepada guru-guru yang mereka kehendaki. Guru-guru juga melakukan
perjalanan dan pindah dari satru tempat ke tempat lain untuk mengajar sekaligus
belajar, sehingga sistem rihlah ilmiyah disebut dengan learning society
(masyarakat belajar). Kebebasan perjalanan di berbagai daerah Islam menyebabkan
pertukaran pemikiran (culture contact) terus berlangsung antar
masyarakat Islam sehingga dinamika sosial dan peradaban Islam terus berlangsung.
Syalabi, mengutip dari Nicholson menjelaskan bahwa melakukan perjalanan ilmiah
laksana lebah mencari bunga ke tempat yang jauh kemudian mereka kembali ke kota
kelahirannya dengan membawa madu yang manis.
E. Wakaf
Lembaga
wakaf menjadi sumber keuangan bagi lembaga pendidikan islam. adanya sistem
wakaf dalam Islam disebabkan oleh sistem ekonomi Islam yang menganggap bahwa
ekonomi berhubungan erat dengan akidah dan syari`ah Islam sehingga aktifitas
ekonomi memppunyai tujuan ibadah dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu di
saat ekonomi Islam mencapai kemajuan, umat Islam tidak segan-segan
membelanjakan uangnya untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam seperti
halnya untuk pelaksanaan pendidikan islam. Dengan dipelopori
penguasa Islam yang cinta ilmu seperti Harun al Rasyid dan al Ma`mun maka
berdirilah lembaga-lembaga pendidikan untuk keilmuan.
Menurut
Syalabi, bahwa khalifah al Ma`mun adalah orang yang pertama kali memberikan
pendapatnya tentang pembentukan badan wakaf.
F. Berkembangnya
Lembaga Pendidikan islam
- Lembaga Pendidikan islam Nonformal
a.
Kutab sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kutab
atau maktab, berasal dari kata dasra kattaba yang berarti menulis atau
tempat menulis. Pada mulanya dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan,
yang diajarkan adalah menulis dan membaca. Kemudian pada akhir abad pertama
hijriyah, kutab tidak hanya mengajarkan menulis dan membaca, tetapi juga
mengajarkan membaca al Qur`an dan pokok-pokok ajaran Islam.
b.
Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan
anak di istana berbeda dengan pendidikan di kutab pada umumnya. Di istana orng
tua murid membuat rencana pelajaran yang selaras dengan anaknya. Guru yang
mengajar disebut Mu`addib, karena berfungsi mendidik budi pekerti dan
mewariskan kecerdasan serta pengetahuan.
c.
Toko-Toko Kitab
Toko-toko
kitab bukan hanya sebagai tempat berjual beli saja, tetapi juga sebagi tempat
berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-ahli ilmu pengetahuan untuk
berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah atau
sekaligus sebagai lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
d.
Rumah-Rumah Para Ulama (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Pada
masa kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, rumah-rumah
para ulama dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. Di antaranya, rumah Ibnu Sina, al Ghazali, Ali Ibnu Muhammad
al Fashihi, Ya`qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah, dan al Aziz Billah al Fathimy.
e.
Majelis Kesusasteraan
Yaitu
majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu
pengetahuan.
f.
Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)
Badiah
digunakan sebagai tempat untuk mempelajari bahasa Arab yang fasih dan murni
serta mempelajari syair-syair dan sastra Arab. Ulama-ulama yang banyak pergi ke
Badiah untuk tujuan tersebut di antaranya: [6]
1.
al Khalil bin Ahmad (160 H). ia pergi ke
badiah Hijaz, Najd, dan Tihamah.
2.
Bajar bin Burd (167 H). Ia belajar
kepada 80 orang syekh di Bani Aqil.
3.
al Kasai (182 H). Ia belajar di badiah
dan menghabiskan 15 botol tinta untuk menulis tentang Arab.
4.
Imam Syafi`i (204 H). Ia belajar di
Hudzail selama 17 tahun.
g.
Rumah Sakit (Bimaristan)
Pada
masa dinasti Abbasiyah yang mendirikan rumah sakit adalah Harun al Rasyid, yang
memerintahkan kepada dokter Jibrail bin Buhtaisu untuk mendirikan rumah sakit
di Baghdad. Di sebelah rumah sakit ada perpustakaan dan bilik untuk mengajarkan
ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan.
h.
Perpustakaan
Perpustakaan
menjadi aspek budaya yang penting dan sebagai tempat belajar serta sumber
pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan ada 3 macam, yaitu;
1.
Perpustakaan baitul hikmah di Baghdad,
didirikan oleh khalifah Harun al Rasyid. Perpustakaan ini berisi ilmu-ilmu
agama Islam dan bahasa Arab dan ilmu umum yang diterjemahkan dari bahasa
Yunani, Persia, India, Qibty, dan Arami.
2.
Perpustakaan al Haidariyah di Najaf
(Irak) di sebelah makam Ali bin Abi Thalib.
3.
Perpustakaan Ibnu Suwar di Basrah,
didirikan oleh Abu Ali bin Suwar. Dalam perpustakaan ini diadakan khalakah
pelajaran.
4.
Perpustakaan Sabur didirikan pada tahun
383 H oleh Abu Nasr sabur bin Ardasyir. Dalam perpustakaan ini kurang lebih ada
10.400 jilid buku.
5.
Darul Hikmah di Kairo (Mesir), didrikan
oleh al Hakim Biamrillah al Fathimy tahun 395 H.
6.
Perpustakaan khusus, yaitu perpustakaan
al Fath bin Khagan Wazir al Mutawakkil al Abbasy (247 H), Perpustakaan Hunain
bin Ishaq (264 H), dan Perpustakaan Ibnu al Khassyah (567 H).
7.
Perpustakaan di Andalusia, perpustakaan
yang besar adalah perpustakaan di Kurtubah (Cordova). Didirikan oleh al Hakam
bin an Nashir yang menjadi khalifah di Andalusia tahun 350 H.
i.
Ribath (Khaniqah),
ialah kamp, tempat tentara yang dibangun di
perbatasan negeri intuk mempertahankan negara dari serangan musuh. Ribath yang
terbesar adalah di sebelah utara negeri Syam (Syiria) dan utara Afriqiah
(Tunisia). Ribath digunakan sebagai tempat tinggal orang-orang sufi dan tempat
penginapan alim ulama dan pelajar yang datang dari luar negeri untuk belajar
hadits, ilmu agama, dan bahasa Arab.
2.
Lembaga Pendidikan Formal
a.
Madrasah Nizamiah didrikan oleh Nizam al Mulk, perdana menteri Saljuk pada
tahun 1065 M – 1067 M. Pada tiap-tiap kota Nizam al Mulk mendirikan satu
madrasah besar, di antaranya di Baghdad, Balkh, Naisabur, Harat, Asfahan,
Basran, Marw, dan Mausul. Tetapi madrasah Nizamiah Baghdad adalah madrasah yang
terbesar dan terpenting. Tujuan Nizam al Mulk mendirikan madrasah-madrasah itu
adalad untuk menperkuat pemerintahan Turki Saljuk dan untuk menyiarkan madzhab
keagamaan pemerintahan.
Madrasah
Nizamiah Baghdad
Madrasah
ini didirikan di dekat pinggir sungai Dijlah, di tengah-tengah pasar Selasah di
Baghdad pada tahun 457 H. Guru-guru madrasah ini diantaranya Abu Ishaq as
Syiraji (guru tetap), Abu Nasr as Sabagh, Abul Qasim al `Alawi, Abu Abdullah al
–Thabari, Abu Hamid al Ghazali, Radliyudin al Kazwaeni dan al Fairuz Abadi. Rencana
pengajaran adalah ilmu syari`ah dan ilmu fiqh dalam 4 madzhab.
b.
Madrasah Nuruddin Zinki, didirikan oleh Nuruddin Zinki di Damaskus.
Madrasah-madrasah yang didirikannya yaitu madrasah an Nuriyah al Qubra di
Damaskus (563 H). Gedung madrasah terdiri dari iwan (aula tempat kuliah),
masjid, tempat istirahat untuk guru, asrama, tempat tinggal pesuruh madrasah,
kamar kecil, dan lapangan. Madrasah lainnya yaitu madrasah yang didirikan pada masa
al Ayubi dan madrasah al Mustansiriah di Baghdad (Irak) tahun 631 H. Madrasah
al Mustansiriah didirikan oleh khalifah Abasyi al Mustansir Billah pada tahun
631 H. Ilmu-ilmu yang diajarkan yaitu ilmu al Qur`an, syari`ah, bahasa Arab,
kedokteran, dan ilmu pasti.
c.
Perguruan Tinggi;
1.
Baitul Hikmah di Baghdad, didirikan pada
amasa Harun al Rasyid (170-193 H), kemudian diperbesar oleh khalifah al Ma`mun
(198-218 H). Pada Baitul Hikmah bukan saja diajarkan ilmu-ilmu agama Islam,
tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan
lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan teori-teori
ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) kitab karangan Bathlimus (Ptolemee).
Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu pasti, ahli falaq, dan pencipta
ilmu al jabar, guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir, seorang ahli ilmu ukur,
ilmu bintang dan falaq. Di baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan
dalam bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab, Yunani, Suryani, Persia, India,
dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan peneropong bintang yang disebut
peneropong al Ma`muni. Setelah wafat al Ma`mun, maka Baitul Hikmah tidak
mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah.[7]
2.
Darul `Ilmi di Kairo. Didirikan oleh al
Hakim Biamrillah al Fathimi di pinggir sungai Nil untuk menyaingi Baitul Hikmah
di Baghdad. Menurut keterangan al Makrizi, bahwa Darul `Ilmi didirikan di
kampung al Kharun Fusy dengan perintah al Hakim Biamrillah al Fathimi. Ilmu
yang diajarkan di antaranya; ilmu agama, falaq, kedokteran, dan berhitung.
G.
Berkembangnya Ilmu Pengetahuan
- Ilmu Tafsir
Ulama-ulama
tafsir tidak hanya menerangkan makna-makna al Qur`an saja, tetapi juga
menerangkan sebab-sebab turunnya ayat, bukti-bukti dari segi bahasa, nahwu,
balaghah, yang dikandungnya dan dengan akidah dan hukum-hukum fiqh yang bisa
dihasilkan dari ayat-ayat tersebut. Seperti tafsir Imam Salam al Basri
(w.200 H), tafsir Mufradat al Qur`an (bahasa al Qur`an) karangan al
Roghib al as Fahani, tafsir Abu Ishaq al Zajjaj, tafsir al Bahr
al Muhit (masalah nahwu) karangan Abu Hayyan, tafsir al Kasysyaf
(segi balaghah) oleh al Zamakhsyari, tafsir al Qurtubi
(penentuan hukum-hukum fiqh), dan tafsir al Fahr al Razi yang bernama
Mafatih al Ghayb yang menitik beratkan pada aspek intelektual.
2.
Ilmu Qira`at
Lahirnya
madzhab qira`at di Andalusia seperti Abu `Umar al Dani, Abu Muhammad al
Syatibi, dan Abu Abdullah al Sarbini al Kharraz.
3.
Ilmu Hadits
Diantara
ulama-ulama yang menganjurkan penghimpunan hadits-hadits shahih adalah Imam
Malik bin Anas (95-179 H) yang menulis kitab al Muwatha`, kemudian diikuti oleh
Imam Muhammad bin Ismail al Buhori (259 H) dan muridnya Muslim bin Al Hajaj al
Nisaburi (w.261 H). Kemudian muncul kitab-kitab hadits shahih yang dikarang
oleh ulama-ulama terkenal seperti Abu Dawud Sulaiman bin al Asy`ath al
Sajistani (w.275 H), Imam Abu `Isa Tirmidzi (w.273 H), dan Imam al Nasai (w.303
H).[8]
4.
Ilmu Fiqh
Di
antara yang terkenal dalam bidang ini adalah Abu Hanifah al Nu`man bin Tabith
pendiri madzhab Hanafi (80 – 150 H), Malik bin Anas al Asbahi (95 – 179 H), Abu
Abdullah Muhammad bin Idris al Syafi`i (150-204 H), dan Imam Ahmad bin Hanbal
al Syaibani (164-241 H).
5.
Ilmu Ushul Fiqh
Diantara
yang terkenal dalam bidang ini adalah Imam Muhammad bin Idris al -Syafi`i, Abu
Bakar al Syasyi al Qaffal al Syafi`i, al Walid al Baji al Andalusi, al -Syatibi
dengan kitabnya al Muwafaqot fi Ushul al Ahkam, al Ghazali dengan kitab
al-Mustasfa. Juga terkenal al Baqillani, Ibnu al Hajib, dan Abu Ishaq Ibrahim
al –Nisaburi.
6.
Ilmu Kalam
Di
antara yang terkenal di kalangan madzhab Asy`ari adalah Abu Bakar al Bakillani,
Imam al Haramain, Abdul Kohir al Baghdadi, al Ghazali, al Syahrastani, Abu al
-Ma`ali, al Juwaini, dan lain-lain.
7.
Ilmu Tasawuf
Mula-mula
tasawuf Islam berdasar pada al Qur`an dan Sunnah seperti yang diamalkan para
sahabat, tabi`in, dan ulama-ulama fiqh, seperti Malik bin Anas dan Ahmad bin
Hanbal. Kemudian muncul tasawuf sunni yang berkembang ditangan al Harits al
Muhasibi dan Abu al Qasim al Junaid dan pada puncaknya ditangan al Ghazali yang
tersebar melalui tariqat syaziliah.
8.
Ilmu Tulen
a)
Ilmu Matematika, di antarnya yang
terkenal adalah Muhammad bin Musa al Khawarizmi (w.236 H) yang menulis al jabar
dalam bukunya al Jibr wal Muqabalah, al Qaslawi yang menggunakan symbol
dalam matematik, al Tusi yang menunjukkan kekurangan teori eclideus.
b)
Ilmu Falaq, di antara yang terkenal
adalah Muhammad al Fazzari (w.158 H), sebagai ahli falaq Islam yang pertama dan
penerjemah buku al Sind Hind. Kemudian Abu Ishaq bin Habib bin Sulaiman
(w.160 H) yang menulis buku falaq dan mencipta alat-alat teropong bintang, Musa
bin Syakir yang menulis buku ilmu falaq berjudul Kitab al Ikhwah al
Thalathah, Abu Ma`asyar bin Muhammad bin `Umar al Balkhi, dengan bukunya al
Madkhal ila ahkam al Nujum, dan Ibnu Jabir al Battani (w.318 H), salah seorang
pelopor trigonometri.
c)
Ilmu Musik, seperti al Kindi al Farabi,
dan Ibnu Sina
- Ilmu Kealaman dan Eksperimental
a)
Ilmu Kimia, yang pertama kali
menerjemahkan ilmu kimia ke dalam bahasa Arab ialah Amir Umaiyah Khalid bin
Yazid bin Muawiyah (w.85 H). Kemudian diikuti oleh al Kindi, al Razi, Ibnu
Sina, Abu Mansur Muwaffaq, Muhammad bin Abdul Malik, dan Mansur al Kamili.
b)
Ilmu Fisika, salah seorang yang paling
berpengaruh dalam bidang ini adalah al Hasan bin al Haitham (w.430 H), salah
satu bukunya adalah al Manazir.
c)
Ilmu Biologi, di antara yang terkenal
ialah Abu Bakar Muhammad al Razi (w.315 H), seorang dokter yang menulis tentang
tumbuhan bunga dan buah-buahan. Diikuti oleh Ibnu Sina (w.423 H) seorang
filosof dan dokter yang menulis tentang tubuh-tumbuhan dalam bukunya al
Qanun.
10. Ilmu
Kedokteran, di antara ilmuwan-ilmuwan muslim yang terkenal adalah Abu Bakar al Razi
(w.351 H), bukunya yang termashur adalah al Hawi sebagai ensiklopedia
kedokteran. Kemudian Ibnu Sina yang mengarang buku al Qanun yang juga dianggap
ensiklopedia kedokteran dan farmasi, Ali al Abas (w.348 H) dengan bukunya Kamil
al Sina`ah fi al Tib. Juga terkenal dokter mata dan pengarang buku al
Tazkir yaitu Ibnu al Jazzar (w.1009 H). Abu al Qasim al Zahrawi, seorang
tukang bedah di Andalusia yang menulis buku al Tasrif liman `Aziz `an al
Ta`alif, Abu Marwan Abdullah bin Zuher al Isyabili al Andalusi seorang ahli
kedokteran klinik terbesar, `Ala al Din `Ali bin Abi Hazm al Qurasyi al Dimasqi
(Ibnu al Nafis) seorang ahli anatomi, Ibnu al Khatimah yang menulis tentang
penyakit campak dan lain-lain.
- Ilmu Farmasi, ahli-ahli yang
menulis khusus mengenai farmasi yaitu al Razi, Abd Rahman bin Syahid al
Andalusi, Masawaih al Mardini, Ibn Wafid al Tulaitali al Andalusi, Ibnu al
Baitar, Abu Abdullah bin Sa`id al Tamimi, dan Ahmad bin Khalil al Qafiqi.
- Ilmu Pertanian, di antara yang
terkenal adalah Ibn al Rumiyah al Isyabili dan muridnya Ibn al Baitar,
Zakariya bin Muhammad bin al `Awwam al Isyabili yang menulis kitab al
Falahah.
Para
sarjana muslim telah mengembangkan metodologi untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan melalui metode observasi dan metode histories (sejarah) sebagaimana yang
dikembangkan Ibnu Khaldun. Dalam bidang kebudayaan pada umumnya Islam telah
mempersembahkan kepada dunia, suatu tingkat budaya tinggi yang menjadi
mercusuar budaya umat manusia beberapa abad sesudahnya. Dalam bidang arsitektur
sangat menonjol bangunan-bangunan masjid dan istana-istana yang indah.
Demikianlah
dunia Islam di masa jayanya, yang dihiasi dengan berbagai unsur budaya dan ilmu
pengetahuan yang beraneka ragam, dapat diibaratkan sebagai taman yang indah
penuh dengan berbagai macam tanaman dengan bunga dan buah yang beraneka warna.
Keadaan demikian berlangsung, sampai suatu saat terjadi kemunduran kaum
muslimin setelah jatuhnya kota Baghdad yang diserang oleh Tar-Tar (Hulako)
tahun 658 H.Hulako memerintahkan supaya khalifah Abbasiyah, ulama-ulama, dan
pembesar-pembesar di bunuh. Oleh tentara Hulako diadakan pembunuhan
besar-besaran selama 40 hari lamanya. Keluarga khalifah, ulama, dan
pembesar-pembesar habis terbunuh, yang tertinggal hanya anak-anak bayi yang
dijadikan tawanan dan budak dan orang-orang yang dapat melarikan diri.
Kitab-kitab dan buku-buku dalam perpustakaan dibakar habis dan kulitnya
dijadikan sepatu tentara. Dengan demikian, berakhirlah sejarah khalifah di kota
Baghdad, sehingga kota itu menjadi sunyi senyap, tidak ubahnya seperti negeri
yang dikalahkan garuda dan merupakan masa semakin memudarnya mercusuar
kebudayaan Islam.
BAB
III
KESIMPULAN
Pendidikan
islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti
Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid. Pendidikan pada masa
ini memiliki tujuan keagamaan dan ahlak, tujuan kemasyarakatan, cinta ilmu
pengetahuan dan tujuan kebendaan.
Kehidupan
murid pada pendidikan tingkat dasar memiliki ciri-ciri yaitu diharuskannya
belajar membaca dan menulis, diajarkan membaca dan menghafalkan al Qur`an,
serta hubungan yang baik antara guru dan murid layaknya orang tua dan anak.
Pada pendidikan tingkat tinggi kehidupan murid berbeda karena mereka diberi
kebebasan untuk memilih guru yang mereka kehendaki dan diberi kebebasan untuk
berpindah dari guru yang satu ke guru yang lain apabila guru itu dianggap lebih
baik. Pada masa itu berkembang sistem rikhlah ilmiah, yaitu pengembaraan dan
perjalanan jauh yang dilakukan oleh guru dan pelajar sehingga dinamika sosial
dan peradaban Islam terus berkembang. Juga dikenal lembaga wakaf yang bertujuan
untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat Islam terutama dalam bidang
pendidikan.
Pada
masa kejayaan ini ditandai dengan berkembangnya berbagai lembaga pendidikan,
baik formal yaitu berupa madrasah (sekolah) dan nonformal yang berupa kutab,
pendidikan di istana, toko-toko buku, rumah-rumah ulama, majelis kesusasteraan,
badiah, rumah sakit, perpustakan, dan ribath. Selain itu juga berkembang ilmu
pengetahuan sebagai mercusuar bagi pendidikan islam di masa yang akan
datang. Masa kejayaan pendidikan islam berakhir setelah
jatuhnya kota Baghdad oleh Tar-Tar (Holako) dan sebagai masa memudarnya
kebudayaan Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Asrohah, Hanun, M.Ag, Sejarah pendidikan islam, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu. 1999
Langgulung, Hasan, Pendidikan islam Menghadapi Abad ke 21, Jakarta :
Pustaka al- Husna, 1998.
Yunus, Mahmud, Sejarah
Pendidikan islam, Jakarta : PT.
Hidakarya Agung, 1992.
Zuhairini, Dra, dkk, Sejarah Pendidikan
islam, Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN di Jakarta. 1996.
Hanun Asrohah, M.Ag, Sejarah Pendidikan
islam,(Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. 1999), h.77
Dra.
Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN di Jakarta,1986, h. 95
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan islam (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1992), h.
46-47
Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan islam Menghadapi
Abad ke 21, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1988), h. 22
[1]
Hanun
Asrohah, M.Ag, Sejarah Pendidikan islam,(Jakarta : PT
Logos Wacana Ilmu. 1999), h.77
[2]
Dra.
Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN di Jakarta,1986, h. 95
[3]
Prof. Dr.
H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan islam (Jakarta : PT.
Hida Karya Agung, 1992), h. 46-47
[4]
Hanun
Asrohah, M.Ag,, Op.cit, h.76
[6]
Prof. Dr.
H. Mahmud Yunus, Op.cit, h. 90
[8]
Prof. Dr.
Hasan Langgulung, Pendidikan islam
Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1988), h. 22
MAKALAH SPI LAINNYA:
1. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar