Pemikiran-pemikiran
para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari Allah sehingga banyak ajaran Islam
yang tiddak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka mereka
Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus
terjadi perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah
kemudian muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah
syiar akal dan kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi
orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada
porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus
masuk pemikiran kelompok ini. akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum
muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya.
Akibat dari hal itu bermunculanlah kebidahan-kebidahan yang semakin banyak
dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta
memberikan gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok
ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih
mendahulukan akal dan
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati
saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mu’tazilah
yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih
dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan
kekuatan kaum muslimin dan persatuannya. Bermunculanlah pada era dewasa ini
pemikiran mu’tazilah dengan nama-nama yang yang cukup menggelitik dan
mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah...
Modernisasi pemikiran. Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya yang
mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari
pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman
dan pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar
diketahui penyimpangan dan penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan
kali ini dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan
Mazhab Qadariyah muncul sekitar
tahun 70 H (689 M). Menurut paham ini manusia mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya sendiri, Tuhan tidak ikut
campur tangan (intervensi) dalam perbuatan manusia itu, dan mereka menolak
segala sesuatu terjadi karena Qada’ dan Qadar Allah SWT.
Menurut Ahmad Amin, ada teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan
Ghailan Ad-Dimasyqi. Ma’bad adalah
seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Namundalam kitab Syarh Al-Uyum. Ibnu Nabatah dalam
kitabnya SyarhAl-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa
yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang
Semula beragama Kristen kemudian beragama Islam dan balik lagi keagama Kristen.
Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang irak yang
dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’I bernama Susan.
Dalam persfektif pemikiran islam,
ilmu kalam memiliki karakteristik, corak, bentuk dan khas. Pemikirannya sangt
melekat dengan kondisi sosial, kultural dan politis, di saat umat islam sedang
mengembangkan ajrannya. Secara teologis, pemikiran kalam muncul bersamaan
dengan penyikapan umat islam terhadap ajarannya, baik dalam bentuk pemahaman,
penghayatan dan pengalaman. Oleh karena itu, sejak awal terutama setelah
Rasulullah SAW wafat, pemikiran telah muncul.
Ilmu kalam termasuk cabang ilmu
keislaman yang muncul semenjak masa yang terbilang awal. Dalam konteks
pemikiran islam, ilmu kalam termasuk bagian dari proses pengalaman islam yang
mengalir dalam bangunan peradaban islam pada umumnya. Oleh karena itu, sebagai
bagian dari pemikiran islam, ilmu kalam tidak dapat dipisahkan dari proses
sejarah peradaban islam. Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuna sejarah,
dan telah ada di masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Akan
tetapi, setiap langkah yang menuju pemikiran kalam selanjutnya, di perlukan
penguraian dan analisis yang mendalam dalam hubungannya dengan entitas
pandangan islam.
Hubungan
agama dan politik menjadi topik pembicaraan menarik, baik oleh golongan yang
berpegang kuat pada ajaran agama maupun oleh golongan yang berpandangan
sekuler.
Munculnya
masalah tersebut dipandang wajar disebabkan karena risalah islam yang dibawa
Nabi Muhammad SAW adalah agama yang penuh dengan ajaran dan undang-undang yang
bertujuan membangun manusia guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Permasalahan
pertama yang dipersoalkan oleh generasi pertama umat islam sesudah Rasulullah
Wafat adalah masalah kekuasaan politik atau pengganti beliau.
Maka
dari itu masalah ini akan diuraikan dan dikaji dalam makalah ini sehingga dapat
menambah wawasan para pembaca tentang keislaman.
IlmuTauhid atau biasanya
disebut juga ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan yang
mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil
pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari
kepercayaan-kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunnah.
IlmuTauhid ini juga mempunyai
beberapa nama lain, yaitu ilmu kalam yang di dalamnya
mempelajari Kalam Allah, ilmu ushuluddin yang membahas
tentang prinsip-prinsip agama Islam, dan juga ilmu aqidah atau ilmu
aqo’id yang membicarakan tentang kepercayaan Islam.
Kita tidak akan memahami ilmuTauhid
secara utuh, kalau tidak mempelajari faktor-faktor atau sebab-sebab yang
mendorong timbulnya ilmuTauhid. Sebab ilmuTauhid sebagai ilmu
yang berdiri sendiri, belum dikenal pada masa Nabi sendiri maupun pada masa
Sahabat. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan membahas sebab-sebab
munculnya ilmuTauhid, yaitu sebagai pengantar
untuk memahami ilmuTauhid secara utuh.
Metodelogi
Studiislam
dengan mendalam dan konfrehensif sangat penting untuk dipahami karena ajaran islam
memiliki sejumlah peran dan fungsi di tengah masyarakat. Usaha-usaha
peningkatan, perbaikan, pemahaman, dan penghayatan terhadap agama memang kurang
di perhatikan dan kurang mendapatkan proposisi yang sesuai dan memadai. Dalam
praktiknya keberagamaan di Indonesia menjadi legalstik dan formalistic dalam
bentuk ritual formal semata.
Maraknya aliran-aliran baru menumbuhkan satu
pertanyaan, siapa atau apa penyebab utama munculnya paham-paham baru tersebut /
Apakah itu hanya sebuah wujud gejolak kejiwaan manusia yang ingin mencari
sebuah “sensasi” atau memang terdapat kesalahan dalam proses
pembelajaran (Studi) keagamaan di Indonesia. Sehingga memicu timbulnya
pemikiran-pemikiran baru yang sedikit banyak “melenceng” dari ajaran
atau pemikiran semula.
Kata Sejarah dalam bahasa Arab
disebut tarikh dan sirah, atau dalam bahasa Inggris disebut history.
Dari segi bahasa, al-tarikh berarti ketentuan masa atau waktu, sedang
‘Ilmu Tarikh’ ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian,
masa atau tempat terjadinya peristiwa, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa
tersebut.
dan sebab-sebab
terjadinya peristiwa tersebut.
Sedangkan
menurut pengertian istilah, al-tarikh berarti; ’’sejumlah keadaan dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, dan benar-benar terjadi pada
diri individu atau masyarakat, sebagaimana benar-benar terjadi pada
kenyataan-kenyataan alam dan manusia’’.
Dalam bahasa IndonesiaSejarah
berarti: silsilah; asal-usul (keturunan); kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan Ilmu Sejarah adalah
’’pengetahuan atau uraian peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang
benar-benar terjadi di masa lampau’’.
Dalam bahasa
Inggris Sejarah disebut history, yang berarti orderly
description of past events (uraian secara berurutan tentang
kejadian-kejadianmasa lampau).
Peningkatan relevansi pendidikan
dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen
pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan
pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
Istilah kurikulum memiliki berbgai tafsiran yang dirum,uskan oleh pakar-pakar
dalam bidang ppengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan sekarang ini.
Dari serangkaian tafsiran para pakar-pakar ini memberikan arti kurikulum
sebagai:
1.Kurikulum memuat isi dan materi
pelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan
dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
2.Kurikulum sebagai rencama
pembelajaran.
Suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan
siswa. Dengan program ini siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga
terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pembelajaran.
3.Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Coba kita lihat salah satu bagian dari tujuan umum pada SK
dan KD yaitu:
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Dilihat dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
bahwa pada seluruh komponen baik pada SI, SK dan KD serta pada SKL telah
dijabarkan dengan jelas bahwa pendekatan yang digunakan pada matematika adalah
pemecahan masalah (ProblemSolving). Tapi perlu kita tahu apa
itu pendekatan pemecahan masalah dalam matematika.
vPengertian ProblemSolving
Istilah ProblemSolvingsering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan memiliki pengertian yang
berbeda-beda pula. Tetapi ProblemSolving dalam matematika
memiliki kekhasan tersendiri. Secara garis besar terdapat tiga macam
interpretasi istilah ProblemSolvingdalam pembelajaran
matematika, yaitu:
(1) ProblemSolvingsebagai tujuan
(as a goal),
(2) ProblemSolvingsebagai proses (as a
process), dan
(3) ProblemSolvingsebagai keterampilan
dasar (as a basic skill).
1. ProblemSolvingsebagai tujuan
Para pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian
pada pendidikan matematika seringkali menetapkan ProblemSolvingsebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika. Bila ProblemSolvingditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka
ia tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode,
dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa
pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solveProblems) merupakan
“alasan utama” (primary reason) belajar matematika.
2. ProblemSolvingsebagai proses
Pengertian lain tentang ProblemSolvingadalah sebagai sebuah
proses yang dinamis. Dalam aspek ini, ProblemSolvingdapat diartikan sebagai
proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru
dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode,
prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang
demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika. Sebenarnya,
bagaimana seseorang melakukan proses ProblemSolvingdan bagaimana seseorang
mengajarkannya tidak sepenuhnya dapat dimengerti. Tetapi usaha untuk membuat
dan menguji beberapa teori tentang pemrosesan informasi atau proses ProblemSolvingtelah banyak dilakukan. Dan semua ini memberikan
beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam belajar ProblemSolvingdan aplikasi dalam pengajaran.
3. ProblemSolvingsebagai keterampilan dasar
Terakhir, ProblemSolvingsebagai keterampilan
dasar (basic skill). Pengertian ProblemSolvingsebagai keterampilan
dasar lebih dari sekedar menjawab tentang pertanyaan: apa itu ProblemSolving? Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar
dalam matematika. Beberapa yang dikemukakan antara lain keterampilan berhitung,
keterampilan aritmetika, keterampilan logika, keterampilan “matematika”, dan
lainnya. Satu lagi yang baik secara implisit maupun eksplisit sering
diungkapkan adalah keterampilan ProblemSolving. Beberapa prinsip
penting dalam ProblemSolvingberkenaan dengan
keterampilan ini haruslah dipelajari oleh semua siswa, seperti yang dikemukakan
oleh George Polya tahun 1945.
vProblemSolving
dalam Pengajaran Kelas
Ada sejumlah alasan kuat mengapa ProblemSolving
perlu ditekankan sebagai aspek penting dan sangat berarti dalam menciptakan
pengajaran matematika yang efektif. Alasan pertama adalah harapan untuk membuat
matematika lebih dapat diterapkan (more applicable) dalam kehidupan murid
diluar pengajaran kelas atau dalam situasi baru yang belum familiar. Alasan
yang kedua adalah ProblemSolving memberikan kesempatan
(opportunities) dan dapat mendorong siswa berdiskusi tentang dengan siswa yang
lainnya, yaitu pada proses menemukan jawab dari permasalahan. Alasan lebih
lanjut mengapa pendekatan ProblemSolving sangat berharga
(valuable) adalah karena ProblemSolving dapat mendorong
murid untuk menyusun teorinya sendiri (their own theories), mengujinya, menguji
teori temannya, membuangnya jika teori tersebut tidak konsisten dan mencoba
yang lainya.
vImplementasi ProblemSolving
Dalam diskusi kemungkinan implementasi matematika ProblemSolving,
saya yakin bahwa sekurang-kurangnya ada tiga faktor penting yang harus
difikirkan. Pertama, merubah peranan guru (changing the role of teacher).
Kedua, merubah susunan kelas (changing classroom management) dan, ketiga,
menganalisa topik dalam kurikulum matematika Indonesia yang mungkin dapat
mengakomodasi dan lebih efektif jika menggunakan pendekatan ProblemSolving.
Dalam hal merubah peran guru, perlu disadari bahwa strategi
pembelajaran ProblemSolving telah merubah gaya murid
belajar (students’ style learning) dari sebagai murid pasif belajar menjadi
murid yang aktif belajar (construct their own concepts). Sebagai konsekuensi
menuntut berubahnya peran guru. Dalam hal berubahnya peran guru, Groves
menyatakan bahwa peranan guru adalah sesuatu yang crusial, guru perlu
benar-benar terlibat dalam menstimulasi murid untuk aktif berfikir (stimulating
children to think), menjaga semangat belajar siswa (maintaining interest),
menjaga rasa percaya anak (confidence) dan mengelolanya (organizing) jika
diperlukan. Lebih jauh lagi, Stacey and Groves menambahkan bahwa peranan guru
adalah:
1. Membawa murid pada suasana siap
menerima tantangan atau permasalahan, sebab sebuah masalah bukanlah masalah
sampai murid menyadari dan ingin memecahkannya.
2. Membangun atmosper kelas yang
mendukung, dimana murid disiapkan untuk memecahkan permasalahan yang asing dan
tidak merasa tertekan ketika mereka menghadapi kebuntuan (stuck).
3. Mempersilahkan anak untuk
mengikuti cara mereka dalam menemukan solusi dan membantu mereka ketika memerlukan,
tanpa memberikan jawaban.
Merubah susunan tempat duduk di kelas. Yang maksudkan di
sini adalah bagaimana mengorganisasi murid sesuai dengan aktivitas yang ada
pada ProblemSolving.
Berdasarkan pengalaman pada pengajaran matematika di sekolah, murid-murid di
kebanyakan sekolah duduk secara berbaris (sit in a row) dan hal itu kemungkinan
membuat sulit untuk melakukan diskusi dengan teman yang lainnya dalam
mengeksplorasi gagasan dan konsep yang tersembunyi di balik (beyond)
permasalahan yang diberikan — dan ini sering disebut sebagai salah satu
karakteristik (key feature) dari ProblemSolving. Hodgson menyarankan bahwa kelompok kerja (group work)
adalah sesuatu yang esensi dalam pengajaran ProblemSolving.
Lebih lanjut, Burns menyatakan bahwa belajar bersama dalam group kecil (small
group) memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan
konsep dibanding dengan apabila murid diskusi kelas besar (class discussion).
Keuntungan lain dari grup kecil ini, dintaranya murid memiliki kesempatan untuk
bisa berbicara banyak, lebih nyaman untuk ambil resiko (taking the risks) dalam
menguji coba pemikirannya selama aktivitas ProblemSolving. Oleh karena itu,
perlu merubah posisi tempat duduk siswa agar memungkinkan mereka aktif
berpartisipasi dalam diskusi.
vKesulitan yang Mungkin Dihadapi
Beberapa kesulitan yang berarti mungkin ditemukan ketika
mengasimilasikan ProblemSolving matematika ke dalam praktek
pengajaran di kelas.
Kurangnya
pengetahuan dan keahlian guru dalam menerapkan ProblemSolving
(teachers lack of the ProblemSolving and
modelling skills).
Isi
dari kurikulum sangat padat dan tidak ada celah untuk ProblemSolving
(the curriculum content is very full and there is no room for ProblemSolving).
Sistem
pengujian (assessment system) masih disentralkan dan ini tidak relevan
dengan gagasan ProblemSolving dikarenakan jenis
tesnya cenderung dan dominan berbentuk pilihan ganda (multiple choice
form). Jenis tes ini tidak memberikan kesempatan pada anak untuk berfikir
sebagaimana yang mereka lakukan pada proses ProblemSolving.
Besarnya
jumlah siswa (the large number of students) dalam setiap kelas juga
merupakan salah satu hambatan yang cukup berarti. Karena ini bisa
menyebabkan sulitnya bagi guru untuk berinteraksi dengan muridnya ketika ProblemSolving
matematika diimplementasikan.
Perlu
waktu yang lebih (need more time) baik dalam pencarian atau pendesainan Problem
(sebab setiap Problem perlu disusun dengan hati-hati untuk mencapai
hasil belajar siswa) maupun berlangsungnya aktivitas ProblemSolving
(ProblemSolving progress) di kelas.
Dari penjelasan tersebut di atas, memang tidak ada keraguan
bahwa ada sejumlah kesulitan dalam asimilasi ProblemSolving
ke dalam pengajaran matematika, tapi keuntungan yang ada jauh melebihi dari
pada hambatan yang ditemukan.
vPentingnya ProblemSolving
Menurut Polya, pekerjaan pertama seorang
guru matematika adalah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun kemampuan
siswa dalam menyelesaikanmasalah. Mengapa hal ini menjadi penting? Alasan
pertama adalah karena siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua, dan setiap
orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau
tidak. Karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar
siswa dapat menyelesaikan Problematika kehidupannya dalam arti
yang luas maupun sempit.
Dalam pembelajaran matematika ini aspek
pemecahan masalah menjadi semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika
merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan
yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika
ini menuntut pembelajar menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan
masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal
balik maka dengan mempelajari matematika, siswa terasah kemampuan dalam
memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah
matematika bersifat “universal” sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang
universal (artifisial, simbolik).
Selain itu, McIntosh, R. & Jarret,
D. (2000:6) menyatakan “The thinking and skills required formathematical
ProblemSolving transfer to other areas of life”.Secara sistematis,
Taplin menegaskan pentingnya ProblemSolvingmelalui tiga nilai yaitu
fungsional, logikal, dan aestetikal. Secara fungsional, ProblemSolving
penting karena melalui ProblemSolvingmaka nilai matematika
sebagai disiplin ilmu yang esensial dapat dikembangkan. “It has already been
pointed out that mathematicsis an essential discipline because of its
practical role to the individual and society.Through a Problem-Solving approach, this aspect of mathematics can be developed.”,
demikian ditegaskan Taplin (2007). Dengan fokus pada ProblemSolvingmaka matematika sebagai alat dalam memecahkan masalah dapat diadaptasi pada
berbagai konteks dan masalah sehari-hari.
Selain sebagai “alat” untuk meningkatkan
pengetahuan matematika dan membantu memahami masalah sehari-hari, maka ProblemSolvingjuga merupakan cara berpikir (way of
thinking). Dalam perspektif terakhir ini maka ProblemSolvingmembantu kita meningkatkan kemampuan penalaran logis. Terakhir, ProblemSolvingjuga memiliki nilai aestetik. ProblemSolvingmelibatkan emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan masalah. Masalah ProblemSolvingjuga dapat menantang pikiran dan bernuansa teka-teki
bagi siswa sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan
untuk selalu terlibat dalam matematika.
Lebih lanjut pentingnya ProblemSolvingjuga dapat dilihat pada perannya dalam pembelajaran.
Stanic & Kilpatrick seperti dikutip McIntosh, R. & Jarret, D. (2000:8).membagi peran ProblemSolvingsebagai konteks menjadi beberapa hal:
1. Untuk pembenaran pengajaran matematika.
2. Untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi
yang berkaitan dengan masalah kehidupan nyata.
3. Untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada
topik atau prosedur khusus dalam matematika dengan menyediakan kegunaan
kontekstualnya (dalam kehidupan nyata).
4. Untuk rekreasi, sebagai sebuah aktivitas menyenangkan yang
memecah suasana belajar rutin.
5. Sebagai latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah
diajarkan secara langsung (mungkin ini peran yang paling banyak dilakukan oleh
kita selama ini).