BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemikiran-pemikiran
para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari Allah sehingga banyak ajaran Islam
yang tiddak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka mereka
Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus
terjadi perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah
kemudian muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah
syiar akal dan kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi
orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada
porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus
masuk pemikiran kelompok ini. akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum
muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya.
Akibat dari hal itu bermunculanlah kebidahan-kebidahan yang semakin banyak
dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta
memberikan gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok
ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih
mendahulukan akal dan
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mu’tazilah yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.
Bermunculanlah pada era dewasa ini pemikiran mu’tazilah dengan nama-nama yang yang cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah... Modernisasi pemikiran. Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar diketahui penyimpangan dan penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan kali ini dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mu’tazilah yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.
Bermunculanlah pada era dewasa ini pemikiran mu’tazilah dengan nama-nama yang yang cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah... Modernisasi pemikiran. Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar diketahui penyimpangan dan penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan kali ini dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
yang menimbulkan aliran Mu’tazilah
lahir ?
2. Siapakah
tokoh-tokoh pendiri Mu’tazilah dan apa saja pendapat mereka tantang ajaran Mu’tazilah
?
3. Apa
saja doktrin paham Mu’tazilah ?
C.
Tujuan
1.
Dapat
mengetahui latar belakang munculnya aliran Mu’tazilah.
2. Dapat
mengetahui tokoh dan pendapat mereka tenteng aliran Mu’tazilah.
3. Dapat
mengetahui doktrin dari aliran Mu’tazilah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Asal
usul Timbulnya Kaum Mu’tazilah
Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari
kata I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri yang berrti juga
menjauh atau menjauhkan diri.Secara teknis, istilah mu’tazilah menunjuk pada
dua golongan .
Golongan
pertama (selanjutnya disebut mu’tazilah 1)muncul sebagai respon
politik murni.golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik khususnya dalam
arti bersikap lunak dalam menangi pertentangan antara ali bin abi tholib dan
lawan- lawannya, terutama muawiyah, aisyah, abdul bin zubair. Menurut penulis golonganinilah
yang mula-mula disebut kaum mu’tazilah karena mereka menjauhkan
diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik
tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum mu’tazilah yang tumbuh di
kemudian hari .
Golongan
kedua (selanjutnya disebut mu’tazilah 2)muncul sebagai respon
persoalan teologis yang berkembangdikalangan khawarij dan murjiah akibat adanya
peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan
golongan khawarij dan murjiah tentang pemberian status kafir kepeda orang yang
berbuat dosa besar. 1[1])
Beberapa
versi tentang pemberian nama mu’tazilah pada golongan kedua ini
berpusat pada peristiwa yang terjadi antara peristiwa washil bin atha dan
temannya. Amr bin ubaid, hasan al basri di basrah. Menurut Syahrastani,Wasil selalu mengikuti pelajaran –pelajaran yang
diberikan hasan al-basri di masjid basrah .pada suatu hari datang seorang
bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar.sebagaimana yang
diketahui kaum khawarij memandang mereka kafir sedang kaum murji’ah
menganggapnya mukmin.ketika hasan al-basri masih berpikir ,wasil mengeluarkan
pendapatnya sendari dengan mengatakan :”Saya berpendapat bahwa orang yang
berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir,tetapi mengambil posisi di
antara keduanya;tidak mukmin dan tidak pula kafir.”kemudian ia berdiri dan
menjauhkan diri dari hasan al-basri pergi ketempat lain di mesjid;di sana ia
mengulangi pendapatnya kembali.atas peristiwa ini hasan al-basri
mengatakan:”wasil menjauhkan diri dari kita(I’tizala’anna)dengan demikian ia
serta temen-temanya,kata al-syahrastani,disebut kaum mu’tazilah. [2]
Menurut
al- Baghdadi,Wasil dan temanya’amr ibn
ubaid ibn bab diusir oleh hasan al-basri dari majlisnya karena adanya
pertikaian antara mereka mengenai persoalan qadar dan orang yang berdosa
besar.keduanya menjauhkan diri dari hasan al-basri dan mereka serta
pengikut-pengikutnya disebut kaum mu’tazilah karena mereka menjauhkan
diri dari paham umat islam tentang soal orang yang berdosa besar.menurut mereka
orang yang seperti ini di sebut kaum tidak mukmin dan tidak pula kafir.demikian
keterangan al-baghdadi tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada
golongan ini.[3]
Menurut
Tasy Kubra Zadah,yang menyatakan bahwa Qatadah bin Da’mah pada suatu hari
masuk masjid basrah dan bergabung dengan majlis Amr bin ubaid yang disangkanya
adalah majlis hasan al-basri .setelah mengetahuinya setelah mengetahuinya bahwa
majlis tersebut adalah bukan majlis hasan al-basri,ia berdiri dan meninggalkan
tempat dan sambil berkata.”ini kaum mu’tazilah.”sejak itulah kaum
tersebut dinamakan kaum mu’tazilah.[4]
Menurut al-mas’udi,memberikan keterangan tentang
asal-usul kemunculan Mu’tazilah tanpa menyangkut
–pautkananya dengan peristiwa antara wasil dan hasan al- basri .mereka diberi
nama Mu’tazilah
,katanya karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mu’min dan bukan pula kafir,tetapi menduduki
tempat diantara kafir ldan m u’min (al-manzilah bain al-manzilatain,)dalam
artian mereka member status kepada orang lain yang berbuat dosa besar itu jauh
dari golongan mu’min dan kafir.[5]
Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih pada
permulaan abad pertama hijrah di kota basrah (irak),pusat ilmu dan peradaban
islam di masa itu,tempat perpaduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan
bermacam-macam agama.kemudian secara perlahan-lahan aliran mu’tazilah
ini memperoleh pengaruh di tengah-tengah masyarakat,terutama di bagdad.pengaruh ini mencapai puncaknya pada
masa tiga khulafa’Bani abbas,yakni alma’mun
(198-218H),Al-mu’tashim(218-227H)dan all-watsiq(227-232H)lebih-lebih setelah
alma’mun mengakui aliran mu’tazilah sebagai mazhab resmi
Negara pada tahun 212H.
Semula aliran mu’tazilah ini ditempat
kelahiranya,yaitu basrah ,tokoh-tokohnya senantiasa mwenghindarkan diri dari
tawaran –tawaran jabatan di dalam badan-badan pemerintahan ,karena demikian
mereka merasa bebas untuk melakukan penelitian dan mengemukakan pendapat tanpa
harus terikat oleh kemestian “menenggang”pihak atasan atau penguasa.semmentara
kegiatan penyebaran pahamnyapun tanpa bantuan penguasa
B.
Doktrin-doktrin Mu’tazilah
1. Al-Tauhid
Tauhid adalah inti dari ajaran mereka,didalam tauhid ini
mereka mempunyai aliran sendiri,falsafah dan analisa sendiri.Karena itu ia
menamakan dirinya ahli tauhid ,walaupun
tiap-tiap orang islam mentauhidkan
atau mengesakan Tuhan.[6]
Orang- orang mu’tazilah dikatakan ahli tauhid
karena mereka berusaha semaksimal mungkin mempertahankan prinsip ketauhidannya
dari serangan syiah rafidiah yang menggambarkan tuhan dalam bentuk jisim dan
bisa dihindari dari serangan agama dualisme dan trinitas.[7]
Ketauhidan dari golongan mu’tazilah
-
Sifat- sifat tuhan tidak bersifat qadi kalau
sifat tuhan itu qadim berarti allah itu berbilang.
-
Mereka menafikan sifat tuhan
-
Allah tidak dapat diterka dan dilihat walaupun
diakhirat nanti
-
Tuhan itu esa bukan benda dan tidak berlaku
arrad dan tempat padanya.[8]
Doktrin mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan
bahwa tidak satupun yang menyerupainya, begitu sebaliknya tuhan tidak serupa
dengan makhluknya.tegasnya mu’tazilah menolak antropomorfisme. Penolakan ini bukan
semata mata pertimbangan akal, melainkan memiliki rujukan ang sangat kuat dalam
alquran yang artinya tak ada satupun yang
menyerupainya.(QS. Asy-syuara :9)[9]
Imam asy’ari,mantan penganut aliran mu’tazilah
sampai ia berumur kurang lebih 40 tahun ,menggambarkan didalam kitabnya Maqalat al islamiyyin ,yang dikutip
oleh muhammad Abu Zahrah (t.T:40)bahwa
tauhid menurut mu’tazilah ialah sebagai berikkut:
Sesungguhnya Allah itu Esa,tidak
ada yang menyerupai-Nya .Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui .Allah
bukan badan,bukan bayangan,bukan gambar,bukan sifat tidak mempunyai rupa dan
tidak mempunyai rasa,tidak mendapatkan kegembiraan atau kelezatan.tidak
mendapat sakit atau penyakit.dia tidak terbatas dan berkesudahan.tidak boleh
lenyap dan tidak ditimpa oleh kelemahan dan kekurangan.Maha suci Allah dari
jangkauan wanita,beristri atau beranak.[10]
Atas dasar kepercayaan pokok ini golongan mu’tazilah menganggap
mustahil terluhatnya Allah SWT pada hari kiamat nanti,karena terlihat-Nya itu memerlukan kejasmanian dan arah,sedang Allah bukan jissim sehingga ia
tidak berarah.Demikian pula mereka meniadakan sifat-sifat tuhan ,yaitu
sifat-sifat yang mempunyai wujud sendiri di luar zat tuhan,atau dengan kata
lain bahwa sifat-sifat tuhan tak lain kecuali Dzat-Nya ,maka yang di kadimitu
dalam pandangan mereka bukan satu,tetapi terbilang.Demikian pula mereka
menganggap bahwa alqur’an itu makhuk allah ,karena yang qadim itu tidak
berbilang,sementara itu sebagian golongan mu’tazilah menafikan sifat kalam
dari sifat Allah SWT.[11]
2.
Al-‘Adl(Keadilan)
Semua orang yang beriman percaya akan
keadilan tuhan.tetapi aliran mu’tazilah,seperti
biasanya ,memperdalam arti keadilan dan menentukan batas-batasnya.sehingga
dapat diterima oleh akal.dasar keadilan yang dipegangi oleh mereka ialah
meletakkan pertanggung jawaban manusia atas segala perbuatanya,oleh karena itu aliran
Mu’tazilah
mengambil paham qadariah,karena faham inilah yang menurut mereka sesuai dengan
faham keadilan Tuhan.
Berdasarkan pokok keadilan ini golongan Mu’tazilah
berpendapat bahwa manusia itu bebas di dalam semua perbuatanya,tetapi kebebasan
berbuat itu tidak mungkin menjelma kecuali dengan kekuasaan yang diciptakan
oleh allah dan diberikan kepadanya .Dengan demikian ,taklifnya Allah untuk
mengerjakan sesuatu setelah diberinya kekuasaan dan kebebasan bukanlah suatu
kezhaliman ,tetapi maha suci Allah Dari Kelemahan,karena Tuhan yang menciptakan
kekuasaan untuk tiap-tiap hamba melakukan kebebasan kerjanya.Tuhan adalah
pemberi kekuasaan itu dantuhan mempunyai kekuasaan penuh untuk memberikan yang
di berikan-Nya untuk kesempurnaan taklif atau mencabut apa yang telah
diberikan-Nya itu.[12]
Dengan pendirian yang demikian ,maka golongan mu’tazilah menolak pendapat golongan
jabariyah yang mengatakan bahwa manusia dalam segala perbuatanya tidak
mempunyai kebebasan,bahkan menganggap suatu kezhaliman menjatuhkan siksa
kepadanya.
3.
Al-Wa’d
wa al-Wa’id(janji dan ancaman)
Prinsip ini kelanjutan dari prinsip keadilan
Tuhan.aliran mu’tazilah yakin bahwa janji tuhan
akan memberikan pahala bagi mereka yang
berbuat baik dan menghukum mereka yang berbuat jahat ,,pasti dilaksanakan pada
hari kiamat nanti ,karena tuhan sudah mengatakan demikian.siapa yang keluar
dari dunia dengan segala ketaatan dan taubat ia berhak mendaptkan pahala.siapa
yang keluar dari dunia tanpa taubat dari
dosa besar yang pernah diperbuatnya ,maka ia akan di abadikan di neraka
,meskipun lebih ringan siksanya dari pada orang kafir.pendirian ini adalah
kebalikan sama sekali dari pendirian golongan murji’ah yang mengatakan bahwa ,kalau ada iman
,maksiat tidak berbahaya ,sebaiknya kalau ada kufur ,taat tak ada gunanya
.kalau pendirian ini dibenarkan ,maka ancaman tuhan tidak akan ada
artinya,suatu hal yang mustahil ada pada tuhan.
Karena
itu mereka mengingkari syafa’at(pengampunan)pada hari kiamat dengan
mengenyampingkan ayat-ayat yang menetapkan Syafa’at(q.S.Saba’:ayat:23 dan
Thaha,ayat 1009)dan memegangi ayat-ayat yang meniadakan(Q.S.al-baqarah,ayat:48
dan 254)karena syafa’at menurut mereka berlawanan dengan prinsip janji dan ancaman(A.Hanafi,1974:81)[13]
4.
Al-manzilah
baina al-manzilatain(kedudukan antara dua tempat.
Inilah ajaran yang mula- mula menyebabkan
lahirnya aliran mu’tazilah.Menurut pandangan mu’tazilah,
pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai mukmin secara mutlak. Hal ini
karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada tuhan, tidak cukup hanya
pengakuan dan pembenaran.Berdosa besr bukanlah kepatuhan melainkan kedurhakaan.
Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak karena masih percaya adnya
tuhan, rasulnya, dan melakukan perbuatan baik.[14]
Mu’taziiah menempatkan pelaku dosa besar pada posisi antara
vonis yang dijatuhkan oleh pengikut khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar
,dengan pendapat kaum murji’ah yang menganggap pelaku dosa besar tetap sebagai
seorang mukmin.
5.
Amar
ma’ruf Nahi Munkar
Tugas amar ma’ruf nahi munkar ,ajaran dasar kelima dari mu’tazilah
ini sebenarnya merupakan kewajiban semua ummat islam,menurut kedudukan dan
fungsinya masing-masing di dalam masyarakat ,akan tetapi dalam menjalankan prinsip
amar ma’ruf nahi munkar tersebut,kaum mu’tazilah memaksakan pahamnya
kepada masyarakat ,terutama melalui gerakan inkwisisi(mihnah)yang mulai di
jalankan oleh penguasa yang mendukungnya pada tahun 218 H,Mihnah adalah pemeriksaan terhadap para pejabat pemerintahan dan
peradilan serta terhadap para ulama’ dan sekaligus memaksa mereka supaya
menganut paham mu’tazilah bahwa al-qur’an itu mahuk yang hadist,kekerasan dan
kebengisan jelas mewarnai gerakan mihnah tersebut.mereka ingin membasmi paham
yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu qadim ,sebab paham demikian ,memnuurut kaum
mu’tazilah
berarti menyekutukan Tuhan dengan al-qur’an ,sedang dosa besar syirik adalah
dosa terbesar dan tidak dapat di ampuni ,jika tidak bertobat sebelum wafat
(abdul aziz Dahlan,1987
:91).itulah paham yang dipandang munkar oleh Mu’tazilah
,sehingga karenanya perlu di luruskan dengan jalan kekerasan.Akibat tindakanya
ini menimbulkan dendam dan kebencian luar biasa kebanyakan masyarakat islam
kepada kaum Mu’tazilah ,sehingga membawa runtuh dan lenyapnya kaum mu’tazilah
dalam perjalanan sejarah.
C. Tokoh-tokoh Airan Mu’tazilah
Tokoh – tokoh aliran mu’tazilah cabang
basyrah
1.
Washil ibn ‘Atha
Bahwa orang yang pertama membina lairan mu’tazilah
adalah wasil ibn atha’.Ia lahir tahun 81H di madinah dan meninggal pada tahun
131H. Disan ia belajar pada Abu hasyim
abdullah ibn muhammad ibn al- hanifah kemudian pindah ke basyrah dan
belajar pada hasan al- basyri.
Ajaran pertama yang dibawa wasil tentulah
paham manzilah bain al manzilatain, posisi di antara dua posisi dalanm arti
posisi menengah.menurut ajaran ini, orang yang berdosa besar bukan kafir dan
bukan pula mukmin, tetapi mfasiq yang menduduki di antara keduanya.Kata mukmin,
dalam pendapat wasil, merupakan sifat baik dan nama pujian yang tak dapat
diberikan kepada fasiq, dengan dosa besarnya. Tetapi predikat kafir tak pila
dapat diberikan kepadanya, karena di balik dosa besarnya ia masih mengucapkan
syahadat dan mengerjakan perbuatan- perbuatan baik.[15]
2. Abu Huzail Al-
Allaf
Abu
huzail tetap di basrah dan menjadi pemimpin ledua dari cabang basyrah setelah
wasil. Ia lahir pada tahun 135 H dan wafat di tahun 235 H dsan banyak
berhubungan dengan filsafat yunani.
Abu huzail
menjelaskan apa sebenarnya yang di maksud dengan nafy al- sifat atau peniadaan
sifat tuhan. Menurut paham wasil, kepada tuhan tidak mungkin diberikan sifat
yang mempunyai wujud tersendiri dan kemudian melekat pada zat tuhan. Karena zat
tuhan bersifat qadim maka apa yang melekat pada zat itu bersifat qadim pula.
Dengan demikian sifat bersifat qadim.Ini menurut wasil akan membawa pada dua
tuhan, untuk menjaga ketauhidan maka tuhan tidak boleh dikatakan bahwa tuhan
mempunyai sifat dalam artidi atas.
Tetapi allah
menyebut dirinya didalam alquran mempunyai sifat- sifat,abu huzail membawa
penyelesaian, tuhan betul mengetahui teapi bukan dengan sifatnya teapi dengan
pengetahuan- Nya, dan pengetahuannya adalah zat- Nya.[16]
Dengan jalan ini abu
huzail mencoba mengatasi persoalan adanya tuhan lebih dari satu kalau dikatakan
tuhan mempunyai sifat yang yang berwujud sendiri di luar zat tuhan. Dengan
membuat sifat tuhan adalah zat tuhan, persoalan adanya yang qadim selain dari
tuhan menjadi hilang dengan sendirinya. Inilah yang di maksud kaum mu’tazilah
dengan nafy al- sifat.[17]
3. Ibrahim Ibn
Sayyar Ibn Hani al- Nazzam
Ia lahir di basrah
tahun 185 H dan meninggal dalam usia muda di tahun 221 H. Dalam membahas
keadilan tuhan abu huzail berpendat bahwa tuhan berkuasa berbuat zalim, tetapi
mustahil tuhan bersikap zalim. Al nazzam berlainan dengan gurunya, berpendapat
bahwa bukan hanya mustahil bagi tuhan bersikap zalim, bahkan tuhan tidak
berkuasa untuk bertindak zalim. Tuhan tidak dapat dikatakan memounyai qudrah untuk berbuat yang salah dan
jahat;perbuatan demikian tidak termasuk kedalam kekuasaan tuhan.alasan yang
dimajukan al- nazzam ialah bahwa kezaliman hanya dilakukan oleh orang yang
mempunyai cacat dan berhajat atau oleh orang yang tidak mempunyai pengetahuan
(jahil).tidak mempunyai pengetahuan dan berhajat adalah sifat bagi yang tidak
kekal, dan tuhan mahasuci dari sifat – sifat yang demikian.oleh karena itu
tuhan tidak sanggup berbuat yang tidak baik dan seterusnya wajib bagi tuhan
untuk berbuat hanya yang baik bagi manusia, yaitu apa yang disebut dengan istilah
mu’tazilah
al – salah wa al – aslah.[18]
Tokoh – tokoh mu’tazilah
cabang baghdad
1.
Abu Musa
al – Murdar (w.226 H)
Menurut al – syahrastani ia dengan kuat
mempertahankan pendapat bahwa alquran tidak bersifat qadim, tetapi diciptakan
tuhan; dan memandang orang yang mengatakan bahwa alquran qadim menjadi kafir, karena
dengan demikian orang yang serupa itu telah membuat yang bersifat qadim menjadi
dua.dengan demikian menurut al- mudar telah menduakan tuhan. [19]
2. Hisyam Ibn ‘amr al – Fuwati
Ia mengatakan bahwa surga dan neraka belum
mepunyai wujud sekarang karena masa memasuki surga atau neraka belum tiba.
Dengan demikian adanya surga dan neraka sekarang tak ada faedahnya.[20]
3.
Abu
husain al – khayyat (300 H) dan Summah Ibn Asyras (213 H)
Yang tersebut terakhir ini berpendapat bahwa
daya berbuat manusi terdapat dalam tubuh manusia sendiri, yaitu tubuh yang baik
dan sehat tidak mempunyai cacat. Dengan demikian daya itu tidak merupakan
sesuatu diluar tubuh manusia. Ia juga beroendapat bahwa manusia melalui
akalnya, berkewajiban mengetahui tuhan dan mengetahui perbuatabaik dan
perbuatan buruk, sebelum wahyu turun.[21]
Al – khayyat dalam membahas soal sifat,
mengatakan bahwa kehendak bukanlah sifat yang melekat pada zat tuhan dan pula
tuhan berkehendak bukan melalui zat – Nya. Jika dikatakan tuhan berkehendak,
itu berarti bahwa ia mengetahui, berkuasa dan tidak di paksa melakukan
perbuatan – perbuatan Nya. Dan kalau tuhan disebut menghendaki perbuatan –
perbuatan nya, itu berarti bahwa ia mencptakan perbuatan – perbuatan itusesuai
dengan pengetahuannya. Dan selanjutnya jika disebut tuhan menghendaki perbutan
– perbuatan hambanya, maka dimaksud ialah tuhan memerintahkan supaya perbuatan
– perbuatan itu dilakukan. Dan arti tuhan mendengar adalah tuhan mengetahuiapa
yang dapat di dengar; demikian pila dengan melihat berarti tuhan mengetahui apa
yang dapat di lihat. [22]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
mu’tazilah berasal dari kata
I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri yang berrti juga menjauh
atau menjauhkan diri.Secara teknis, istilah mu’tazilah menunjuk pada
dua golongan .
Golongan pertama (selanjutnya disebut mu’tazilah
1)muncul sebagai respon politik murni.golongan ini tumbuh sebagai kaum netral
politik khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangi pertentangan antara
ali bin abi tholib dan lawan- lawannya, terutama muawiyah, aisyah, abdul bin
zubair. Menurut penulis golonganinilah yang mula-mula disebut kaum mu’tazilah
karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini
bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum mu’tazilah
yang tumbuh di kemudian hari .
Golongan kedua (selanjutnya disebut mu’tazilah
2)muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembangdikalangan khawarij
dan murjiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka
berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan murjiah tentang pemberian status
kafir kepeda orang yang berbuat dosa besar.
Komentar Terhadap Pemikiran Aliran Mu’tazilah
Pendapat kelompok kami tentang Paham aliran
mu’tazilah
jika aliran
mu’tazilah
berkembang sampai sekarang maka masyarakat itu tidak akan percaya bahwa
al-qur’an itu kalamullah dan apabila al-qur’an di lecehkan oleh umat selain
agama islam maka reaksi dari umat islam itu sendiri tidak ada karena mereka
percaya al-qur’an dapat di buat-buat menggunakan akal/rasio manusia semata.
Aliran mu’tazilah apabila
berkembang sampai sekarang kezaliman akan terjadi dimana-mana karena tuhan itu
tidak memiliki sifat apa-apa kecuali sifat Ada/Esa, sehingga pemikiran manusia
tentang sifat-sifat tuhan dalam al-qur’an tidak benar ,berarti tuhan itu tidak
satu tetapi banyak atau berbilang.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Universitas Indonesia-Press, Jakarta, 2002.
Rozak Abdul, Rosihan, Anwar, Ilmu Kalam, CV. Pustaka Setia, Bandung,
2003.
Zaenudin .Ilmu Tauhid Lengkap.PT. Rineka Cipta, Jakarta,1996.
Abd, Chalik, chaerudji. Ilmu kalam . PT. Diadit media, Jakarta,2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar