a. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu
Kalam
lmu kalam adalah
disiplin Ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang
persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya
mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi,
baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan adalah
landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis,
sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa
dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam
Ilmu
kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah.
Sebagai contoh, Ilmu
kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah,
Hayat, dan sebagainya. Namun, Ilmu kalam tidak menjelaskan
bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan
melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an,
bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan
pengaruh dari kekuasaan Allah ?
Pernyataan-pernyataan
diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada Ilmu kalam. Biasanya,
yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah Ilmu
Tasawuf.
Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan
bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang
diwajibkan.
Pada Ilmu
kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya,
serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada Ilmu Tasawuf ditemukan
pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman.
Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua
itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab
terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja
melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan Ilmu
kalam, Ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai
berikut. Sebagai pemberi wawasan
spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati
terhadap Ilmu kalam menjadikan Ilmu ini lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, Ilmu Tasawuf merupakan
penyempurna Ilmu kalam.
1. Berfungsi sebagai pengendali Ilmu
Tasawuf.
Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau
lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah,
hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak
pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan
oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
2. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran
rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa Ilmu
kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah Ilmu yang mengandung
muatan rasional disamping muatan naqliyah, Ilmu kalam dapat bergerak kearah
yang lebih bebas. Disinilah Ilmu Tasawuf berfungsi memberi
muatan rohaniah sehingga Ilmu kalam terkesan sebagai
dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan
hati.
Andaikata manusia sadar
bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna, kalau
saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong
dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah pencipta segala
sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari sinilah dapat dilihat
bahwa Ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju
Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam Ilmu Tasawuf, semua persoalan
yang berada dalam kajian Ilmu kalam terasa lebih bermakna,
tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.
b. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu
Filsafat
Biasanya Tasawuf
dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga anggapan bahwa pencarian
jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak hanya berupa
timbal balik dan saling mempengaruhi, bahkan asimilasi (perpaduan) dan Hubungan
ini sama sekali tidak terbatas pada kebencian dan permusuhan. Tasawuf
adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan
pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafah tidak
dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi seluruh
mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan
mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat
diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).
Hubungan
antara Tasawuf dan filsafat, yaitu :
• Bentuk Hubungan yang paling luas
antara Tasawuf dan filsafat tentu saja adalah pertentangan satu sama
lain, sebagaimana tampak dalam karya-karya al-Ghazali bersaudara, Abu hamid dan
Ahmad. Dan penyair sufi besar seperti Sana’I, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi
ini hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali berbicara
tentang intelek, mereka tidak mengartikan intelek dalam arti mutlaknya, namun
mengacu kepada aspek rasional intelek (akal). Athar juga memahami filsafat
hanya sebagai filsafat peripatetic yang rasionalistik, dan menekankan bahwa hal
itu tidak boleh dikelirukan dengan misteri ilahiah dan pengetahuan ilahiah,
yang merupakan usaha puncak pensucian jiwa dibawah bimbingan spiritual para
guru sufi. Intelek tidak sama dengan hadist Nabi dan falsafah tidak sama dengan
teosofi (hikmah) dalam makna Qur’aninya. Matsnawi adalah sebuah Masterpiece
filsafat.
• Hubungan antara Tasawuf dan filsafat
tampak dalam munculnya bentuk khusus yang terjalin erat dengan filsafat.
Meskipun bentuk Tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan
mazhab-mazhab filsafat lain yang seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan
filsafat atau teosofi (hikmah) dalam bentuknya yang paling luas. Dalam mazhab Tasawuf
itu, intelek sebagai alat untuk mencapai realitas tentang yang mutlak dengan
memperoleh kedudukan yang tinggi. Dengan demikian, dalam Tasawuf berkembang satu
jenis teosofi (Ilmu ilahi) yang tidak hanya datang untuk menggantikan filsafat
didunia Arab, tapi di Persia ia juga amat mempengaruhi jika bukan menggantikan
filsafat dan kemudian secara amat efektif
menggabungkan filsafat dan Tasawuf, bahkan mengganti nama Tasawuf
menjadi Irfan (gnosis,makrifat) pada periode safawi. Penentangan terhadap
filsafat masih tetap tampak, tapi penentangan ini sebenarnya muncul dalam
kaitannya dengan istilah falsafah dan rasionalisme. Hubungan Tasawuf
dan filsafah berbeda dari apa yang diamati dalam Tasawuf yang didominasi
cinta, seperti pada Athar dan lainnya.
• Hubungan antara Tasawuf dan filsafat
ditemukan dalam karya-karya para sufi yang sekaligus juga filosof, Yang telah
berusaha untuk merujuk Tasawuf dan filsafat. Afdhaluddin
kasyani, Quthbuddin syirazi, Ibd Turkah al-Isfahani, dan Mir Abul Qosim
findiriski, orang-orang ini seluruhnya adalah sufi yang berjalan pada jalan
spiritual dan telah mencapai maqam spiritual, dan beberapa diantara mereka
terdapat para wali, tetapi pada saat yang sama secara mendalam memahami
filsafat dan cukup mengherankan, beberapa diantara mereka lebih tertarik
pada filsafat peripatetic dan
rasionalistik daripada filsafat intuitif (dzawqi), sebagaimana dapat diamati
dalam kasus Mir Findiriski yang amat mendalami As-Syifanya Ibnu Sina. Diantara
kelompok ini, Afdhaluddin Kasyani memegang kedudukan yang unik. Ia tidak hanya
salah satu sufi terbesar yang hingga hari ini mouseleumnya di Maqam Kasyani
menjadi tempat Ziarah, baik orang-orang yang awam maupun orang-orang
terpelajar, tetapi ia juga dianggap sebagai salah satu filosof Persia terbesar
yang sumbangannya bagi pengembangan bahasa filsafat Persia tak tertandingi.
Karya-karya filsafatnya dalam logika, teologi, ataupun dalam Ilmu-Ilmu
alam ditulis dalam bahasa Persia yang jelas dan fasih, dan merupakan
Masterpiece dalam bahasa ini. Ia tidak hanya menunjukkan dengan jelas wawasan Tasawuf
dalam syair-syairnya, namun dalam hal logika dan filsafat yang paling ketat
sekalipun. Figur besar lain seperti Quthbuddin al-Syirazi, yang dalam masa
remajanya bergabung dengan para sufi dan juga menulis karya besar dalam
filsafat peripatetic dalam bahasa Persia, Durrat al-Tajj, lalu bin Turkah
Isfahani, yang Tamhid al-Qawaidnya merupakan Masterpiece filsafat sekaligus Tasawuf,
dan Mir Abul Qosim Findiriski, yang menjadi komentator karya metafisika Hindu
penting, Yoga Vaisithsa adalah sufi dan ahli makrifat yang kepadanya banyak mukjizat dinisbatkan.
Mereka semua sesungguhnya adalah para pengikut mazhab Afdhluddin Kasyani,
sejauh menyangkut upaya pemantapan Hubungan antara Tasawuf dan Filsafat.
• Kategorisasi umum kita mengenai Hubungan
Tasawuf
dengan filsafat, mencakup para filosof yang mempelajari atau mempraktekan Tasawuf.
Yang pertama dari kelompok ini adalah Al-Farabi, yang mempraktekan Tasawuf
dan bahkan telah mengubah musik yang dimainkan dalam pertemuan Sama’ pada sufi,
mutiara hikmah yang dinisbatkan kepadanya sangatlah penting. Karena, pada
dasarnya, inilah buku mengenai filsafat maupun makrifat dan hingga kini
diajarkan di Persia bersama komentar-komentar makrifati.
c. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu
Fiqih
Biasanya, pembahasan
kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari Thaharah, kemudian persoalan-persoalan
kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan Ilmu fiqih tentang thaharah atau
yang lainnya secara tidak langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai
rohaniahnya. Persoalannya sekarang, disiplin Ilmu apakah yang dapat
menyempurnakan Ilmu fiqih dalam persoalan-persoalan tersebut ? Ilmu
Tasawuf
tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena Ilmu ini berhasil
memberikan corak batin terhadap Ilmu fiqih. Corak batin yang
dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan Ilmu
ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih.
Akhirnya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan
rohaniah.
Dahulu para ahli fiqih
mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih, tetapi belum berTasawuf, berarti ia
fasik. Barang siapa berTasawuf, tetapi belum mendalami
fiqih, berarti ia zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia
melakukan kebenaran”. Tasawuf dan fiqih adalah 2 disiplin Ilmu
yang saling menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara ke-2 nya, berarti
disitu terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi
berjalan tanpa fiqih, atau seorang ahli tidak mengamalkan Ilmunya. Jadi, seorang
ahli sufi harus berTasawuf (sufi), harus memahami dan mengikuti aturan fiqih.
Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui hal-hal yang berHubungan dengan hukum dan
yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya. Seorang sufi pun harus
mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya. Ini menjelaskan
bahwa Ilmu Tasawuf dan Ilmu Fiqih adalah 2
disiplin Ilmu yang saling melengkapi.
d. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu
Jiwa
Dalam pembahasan Tasawuf
dibicarakan tentang Hubungan jiwa dengan badan. Yang dikehendaki dari uraian
tentang Hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf tersebut adalah
terciptanya keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini
dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana Hubungan perilaku yang
dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan
itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia,
apakah dkategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan
yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik.
Sebaliknya, jika perbuatan yang
ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jalek.
Dalalm pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis
jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah
nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang akan tampil dalam perilakunya adalah
perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu
insani, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku insani pula. Orang
yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup,
karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga,
dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan
cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu
menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan
dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar