Selasa, 17 April 2012

Anak Yatim versi figh


Anak Yatim Prioritas Utama
                Dalam tanya jawab pada harian Republika, sempat terbaca pertanyaan mengapa Anak Yatim tidak termasuk delapan asnaf yang berhak menerima zakat, padahal Anak Yatim tergolong kelompok manusia lemah yang memperoleh prioritas utama dalam al- Qur’an, untuk menerima santunan harta, baik berupa zakat, infaq maupun shodaqoh. Sayangnya jawaban pengasuh kurang proporsional dengan menyebutkan bahwa Anak Yatim ada yang kaya ada yang miskin. Jawaban ini jelas tidak proporsional, karena al- Qur’an sama sekali tidak pernah menyebutkan katagori kaya atau miskinnya Anak Yatim.
                Dalam al- Qur’an surat Al- Baqarah, Allah swt. menegaskan bahwa kualitas suatu ibadah, bisa diterima atau tidak, tergantung apakah ibadahnya baik atau tidak. Ibadah yang baik adalah ibadah yang mabrur, orang yang memperoleh nilai mabrur akan mendapatkan kenikmatan (Inna al- abraara lafii na’iim) di dalam surga (Jannatun – Na’iim). Nilai mabrur, sesungguhnya berlaku untuk semua jenis ibadah, bukan cuma ibadah haji. Syahadat harus mabrur, shalat harus mabrur, puasa harus mabrur, zakat juga harus mabrur. Kebaikan ibadah yang bernilai mabrur tidak cukup hanya mengandalkan ibadah ritual semata-mata, dengan menghadap ke barat atau ke timur, berangkat haji - berkali-kali, pulang pergi ke Mekkah atau Madinah. Hakikat kebajikan (Al- Birru) adalah orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, siap memberikan harta yang disukai kepada orang yang lebih membutuhkan, dari kalangan kerabat terdekat (dzawil qurba), Anak-Anak Yatim (al- Yatama), orang-orang miskin (al- Masakiin),  orang-orang yang terlantar dalam perjalanan (wabnassabiil), orang yang minta-minta (wassaailiin).
                Sikap dan perilaku orang yang mengabaikan Anak Yatim, bahkan dikutuk Allah sebagai orang yang mendustakan agama. Dalam al- Qur’an surat al- Ma’uun ditegaskan perihal orang yang dianggap dusta agamanya, dusta syahadatnya, dusta shalatnya, dusta puasanya, dusta zakat dan hajinya, jika mereka tidak pernah menyantuni Anak Yatim serta memberi makan orang miskin. Sayang, kalau kita harus menyia-nyiakan seluruh potensi ibadah yang kita lakukan, jika kita tidak pernah tergerak untuk memperhatikan nasib Anak-Anak Yatim, terutama Anak-Anak yang masih dalam usia wajib belajar, karena kebutuhannya sangat besar. Itulah sebabnya Allah menempatkan Anak Yatim dalam posisi yang sangat penting untuk disantuni, dalam berbagai aktifitas sosial.

Yatim sebagai Fakir Miskin
                Mengapa Allah tidak menempatkan Anak Yatim sebagai salah satu bagian dari delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Secara sosio antropologis Anak Yatim adalah sosok fakir dan miskin, karena mereka kelompok masyarakat grass roots yang tidak punya penghasilan tetap. Kalaupun ada penghasilannya, belum tentu mencukupi kebutuhan hidupnya. Tanpa memasukkan Anak Yatim dalam daftar delapan asnaf, sebetulnya Anak Yatim secara otomatis sudah menjadi bagian dari kelompok fakir dan miskin.

Yatim sebagai Muallaf
                Al-muallafatu quluubihim adalah kelompok masyarakat yang tergolong lemah mentalnya, lemah hatinya atau masih lemah imannya. Biasanya kita memahami kelompok muallaf adalah mereka yang baru saja masuk Islam atau pemeluk Islam yang baru. Karena mereka yang baru memeluk Islam itu dianggap belum kuat imannya, belum tentu teguh hati dalam mempertahankan keislamannya. Sesungguhnya Anak Yatim juga adalah kelompok masyarakat yang rentan, tergolong lemah iman dan bisa jadi kurang teguh hati dalam menjalani kehidupan. Jika para Yatim yang juga fakir miskin itu dibiarkan terlantar, kelemahan hatinya memungkinkan mereka berputus asa untuk kemudian beralih menjadi kafir, karena bujukan missionaris yang banyak menawarkan bantuan. Inilah barangkali peringatan yang pernah diprediksi oleh Rasulullah : “Kaada al-faqru an yakuuna kufron”

Yatim sebagai Terbelenggu
                Ar- Riqaab yang termasuk dalam kelompok delapan asnaf penerima zakat adalah masyarakat terbelenggu, semacam budak yang tidak memiliki kebebasan atau kemerdekaan hak azasinya terrampas. Dalam konteks ini para tahanan, nara pidana barangkali bisa digolongkan ke dalam kelompok masyarakat yang terbelenggu kemerdekaan atau kebebasannya, sehingga mereka tidak bisa berusaha, tidak bisa bekerja mencari nafkah. Sebab itu mereka berhak menerima zakat, baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya. Anak Yatim adalah juga kelompok manusia yang terbelenggu oleh ketidak berdayaan, ketidak mampuan sehingga banyak diantara mereka yang terjebak dengan kemiskinan. Belenggu ketidak berdayaan inilah yang membuat mereka semakin terlantar dalam kesendirian, dan sebab itu mereka wajib memperoleh santunan, termasuk zakat yang dikeluarkan oleh para aghniya.

Yatim sebagai Sabilillah
                Sabilillah mengandung arti pejuang di jalan Allah, termasuk di dalamnya sarana dan fasilitas yang mendukung terwujudnya syiar agama Allah. Para ulama, kyai pimpinan pondok pesantren, ustadz, guru ngaji, para da’i, madrasah, masjid, dll. adalah kelompok sabilillah yang berhak menerima zakat, karena peranan dan tanggung jawabnya dalam mensyiarkan Islam. Aktivitasnya yang cenderung ikhlas berjuang di jalan Allah merupakan kelompok sabilillah yang layak memperoleh penghargaan, dengan memasukkan mereka ke dalam delapan asnaf.
                Sesuai dengan konteks ini, maka Anak Yatim yang sedang menuntut ilmu di suatu sekolah, pesantren atau lembaga pendidikan lainnya, adalah juga pejuang sabilillah. Banyak isyarat Rasulullah yang menggambarkan bagaimana beratnya tugas menuntut ilmu, juga dirasakan oleh Anak Yatim. Bayangkan, di tengah siswa lain yang serba berkecukupan, Anak Yatim harus menderita batin ketika berhadapan dengan banyaknya kebutuhan biaya pendidikan. Meskipun spp katanya sudah dibebaskan, tetapi uang bangunan yang katanya hasil musyawarah komite sekolah cukup mencekik leher mereka. Belum lagi kebutuhan buku, pakaian seragam, dll. adalah tantangan tersendiri bagi seorang Anak Yatim yang mempunyai semangat tinggi untuk melanjutkan sekolah. Barangkali tidak berlebihan jika Rasulullah memberikan garansi mati syahid bagi mereka yang meninggal di jalan Allah, termasuk yang sedang menuntut ilmu.

Yatim sebagai Ibnu Sabil
                Ibnu Sabil secara leterlek berarti Anak terlantar atau orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan panjang demi kebaikan. Mungkin ini bisa terjadi pada seseorang yang sedang bertugas mengendarai kendaraan umum, lalu kecopetan di jalan sehingga tidak memiliki ongkos untuk melanjutkan perjalanan atau pulang kembali. Bisa juga terjadi pada keluarga yang kebetulan menempuh perjalanan panjang, kemudian mengalami musibah atau kecelakaan. Kepada mereka berhak diberikan bagian zakat, sebagai ibnu sabil.
                Anak Yatim adalah wujud Anak terlantar yang tidak berbapak, terlebih lagi jika mereka juga piatu karena ibunya sudah meninggal. Mereka digolongkan Anak terlantar, karena seringkali mengalami kesulitan untuk membiayai pendidikan. Mereka juga banyak mengalami drop out karena tidak mampu melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Sebab itu Anak Yatim tidak bisa dipisahkan dari kelompok ibnu sabil yang termasuk delapan asnaf penerima zakat. Anak Yatim termasuk kelompok individu yang menempuh poerjalanan hidup tanpa biaya cukup.

Yatim sebagai Amil
                Amil adalah panitia penyelenggara yang menampung atau menyalurkan zakat, semacam BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah), yang formal dilakukan oleh pemerintah atau lembaga lain dengan fungsi yang sama. Selama ini banyak pengusaha yang cenderung kurang berminat menitipkan kewajiban zakatnya melalui lembaga formal, kemungkinan karena kredibilitas oknum pengurus lembaga yang tidak amanah. Jadi bukan soal pengusaha muslim yang tidak mau mengeluarkan zakat, sebab banyak diantara mereka yang justru lebih berminat menyerahkan langsung kewajiban zakatnya kepada mustahik yang sebenarnya.
Dalam aktivitas sosial bukan tidak mungkin banyak Anak Yatim terutama usia remaja terlibat dalam kegiatan pengumpulan dan penyaluran zakat. Mereka yang turut membantu, meskipun mungkin diniati agar mendapatkan imbalan dari aktivitasnya, bisa dimengerti karena kemiskinannya. Anak Yatim yang turut terlibat dalam kegiatan sosial, mereka juga bisa menjadi amil yang berhak menerima pembagian zakat sesuai delapan asnaf yang telah ditentukan. Anak Yatim yang aktif membantu kegiatan pengumpulan zakat dan shodaqah , berhak memperoleh pembagian sebagaimana panitia lainnya.

Yatim Berhutang
                Kelompok masyarakat berhutang yang tergolong masuk delapan asnaf adalah mereka yang terjerat hutang pada rentenir atau perbankan, sehingga tidak mampu lagi mengembalikan hutangnya. Jerat hutang yang seringkali melilit orang-orang lemah atau kaum dhuafa, itulah yang melatar belakangi mereka harus diberi zakat sebagai mustahik. Kemungkinan ini bisa terjadi pada keluarga Yatim, ketika seorang ibu yang ditinggal mati suami, harus menanggung beban Anak-Anak Yatim yang ditinggalkannya. Jika ibunya fakir atau miskin, maka peluang mereka berhutang guna memenuhi kebutuhan hidup sangat terbuka, dan dapat dipastikan mereka juga akan kesulitan mengembalikan hutangnya. Oleh karena itu orang berhutang apalagi ada tanggungan Anak Yatim di dalamnya, sangat berhak menerima zakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar